Oleh: Muhammad Rizky Shorfana
Islam merupakan agama yang dibawa oleh
Muhammad untuk memperbaiki akhlak umat manusia, khususnya diwilayah semenanjung
Arab. Islam sendiri memiliki tiga pilar utama yang dijelaskan dalam sebuah
Hadist yang disampaikan melalui Jibril. Tiga pilar tersebut antara lain; Islam,
Iman dan Ihsan. Kemudian, Nabi menjelaskan makna dari ketiga pilar tersebut. Pertama
Islam, adalah bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, dan Muhammad adalah
utusan-Nya, mendirikan shalat limat waktu, membayar zakat, puasa Ramadhan, dan
menunaikan haji bila mampu. Kedua Iman, adalah beriman kepada Allah,
malaikat, kitab suci, rasul dan takdir qada maupun qadar-Nya. Ketiga Ihsan,
adalah menyembah Allah seolah-olah kamu melihat-Nya, meskipun kamu tidak
melihat-Nya, pada hakikatnya Dia selalu melihatmu.
Dapat diketahui bahwa kategori pertama dan
kedua tersebut berhubungan erat dengan shariah dan ajaran-ajaran agama, yang
banyak sekali dibahas oleh para pemuka agama. Sedangkan untuk definisi ihsan
sendiri, sedikit sekali ulama maupun sarjana muslim membahasnya, karena
maknanya yang tidak begitu jelas. Padahal jika diteliti lebih dalam, Ihsan
membahas mengenai bagian dalam (esoteris) dari agama itu sendiri. Sehingga yang
membahas mengenai ihsan adalah para sufi. karena ihsan sendiri merupakan
petunjuk jalan agar mendekatkan diri pada Allah.
Sedangkan ilmu yang membahas hal-hal
mengenai ihsan sering dikenal dengan tasawuf. Namun istilah tasawuf sendiri
banyak yang mempertanyakan keaslian apakah murni berasal dari Islam ataupun
mengambil ajaran-ajaran dari Platonisme pada zaman Yunani klasik. Selain itu
tasawuf juga sering disamakan dengan ajaran-ajaran mistisisme Budhisme, Yoga,
Zen dan Vedanta. Terdapat pula yang mengatakan bahwa tasawuf merupakan mistisisme, esoteris, ataupun
sprititualitas Islam. akan tetapi menurut Chittick, definisi-definisi tersebut
telalu luas juga terlalu sempit untuk menggambarkan berbagai ajaran dan
fenomena yang diidentifikasikan oleh sufisme sepanjang sejarah.
Dalam literatur islam, tidak ada
kesepakatan dari berbagai tokoh, ulama, maupun sarjana mengenai makna tasawuf. Sehingga
menimbulkan banyak perdebatan dari berbagai kalangan. Bagi mereka yang melihat
dari sisi positif menghubungkan tasawuf dengan ide dan konsep yang berkaitan
dengan pencapaian kesempurnaan manusia dengan mengikuti teladan Nabi Muhammad.
Sedangkan yang melihat dari sisi negatif mengaitkan tasawuf dengan berbagai
distorsi ajaran Islam. Meskipun begitu, Chittick tidak langsung menerima maupun
menolak dari penjelasan-penjelasan para penulis muslim. Akan tetapi, ia tidak
memberikan definisi tasawuf namun menjelaskan tasawuf dengan mencoba menemukan
realitas dibalik istilah tasawuf seperti yang dikatakan Ali Bunshanji yaitu;”
Tasawuf adalah nama tanpa realitas, tetapi dahulu ia adalah realitas tanpa
nama”.
Dengan demikian, seperti yang dijelaskan di
awal bahwa tasawuf adalah ajaran yang mendalami makna Ihsan. Sedangkan ihsan
dibangun dari dua pondasi sebelumnya yaitu; Islam atau sikap tunduk dan patuh
kepada Allah (praktik syariah) dan Iman (penerimaan ajaran dasar Islam tentang
Tuhan, kenabian dan hari akhir). Setelah memperoleh dasar yang cukup mengenai
dua dimensi tersebut. Kemudian mereka menfokuskan upaya diri pada bagaimana
mereka dapat menyembah Allah seolah-olah mereka melihat-Nya. Sehingga pada
akhirnya ketulusan dan cinta yang telah ia jalan pada dua dimensi sebelum dapat
membawa mereka ke tempat di mana “seolah-olah” tidak lagi berlaku.
Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa
tasawuf merupakan murni dari ajaran dari agama Islam itu sendiri, karena
bersumber dari al-Qur’an maupun Hadist. Dengan melalui dua fondasi Islam dan
Iman, di mana kedua kata atau istilah tersebut sering diulang-ulang dalam
al-Qur’an maupun Hadist. Sehingga menjelaskan bahwa tasawuf sendiri merupakan
bagian terdalam dari ajaran agama Islam. Ajaran yang menuju kedekatan mahluk
kepada Tuhan, ajaran yang mengenalkan mahluk kepada Tuhan, yang pada akhirnya
manusia dapat mencapai kesempurnaan melalui jalan yang telah ditempuh dan
diajarankan oleh Nabi Muhammad SAW.