Oleh: Muhammad Rizky Shorfana
Idul
Adha atau yang sering disebut juga dengan Hari Raya Kurban merupakan sebuah
perayaan yang dilakukan setahun sekali oleh umat Islam. Selain itu Idul Adha
disebut juga dengan istilah Lebaran Haji, karena waktunya bertepatan dengan
sebagian umat Islam yang sedang melaksanakan ibadah haji. Perayaan Hari Raya
Idul Adha juga tidak dapat dilepaskan oleh anjuran bagi umat Islam untuk
menunaikan perintah kurban. Hal tersebut didasarkan oleh perintah Allah SWT
kepada baginda Nabi Ibrahim untuk menyembelih Nabi Ismail yang merupakan
seorang putra yang sangat dicintainya. Sehingga sebagai bentuk tunduk dan patuh
bagi seorang hamba Allah, Nabi Ibrahim mengikhlaskan seorang putra semata
wayangnya pada waktu itu untuk dikorbankan sebagai bentuk patuh dalam menjalani
apa yang telah perintah oleh Allah SWT.
Ibadah
kurban sendiri telah ada sejak zaman Nabi Adam, berawal dari peristiwa
timbulnya konflik antara Habil dan Qabil. Yang mana Qabil tidak terima terhadap
aturan pernikahan silang yang mengharuskannya menikahi saudara kembar dari
Habil yang bernama Labuddah yang parasnya tidak secantik saudara kembarnya yang
bernama Iqlimah, yang akan dinikahi oleh Habil. Berangkat dari konflik kedua
anaknya tersebut, kemudian Nabi Adam memerintahkan keduanya untuk berkurban,
dan berkata, “Barang siapa yang kurbannya diterima oleh Allah, maka ialah yang
lebih berhak atasnya”.
Singkat
cerita, Qabil yang merupakan seorang petani, ingin mempersembahkan kurbannya
berupa hasil bumi miliknya. Namun sayangnya hasil bumi yang ia keluarkan bukan
hasil yang terbaik dari apa yang dimilikinya. Berbeda dengan Habil yang
merupakan seorang peternak, ia mempersembahkan hewan ternak terbaiknya, yakni
memilih seekor kambing yang terbaik yang ada di peternakannya tersebut. dari
kedua persembahan tersebut, dapat kita pahami langsung mana yang benar-benar
ikhlas dan mana yang tidak. Dan karena itu pula Allah lebih memilih untuk
menerima kurban yang dipersembahkan oleh Habil daripada Qabil.
Dari
kedua kisah tersebut, kita dapat melihat maksud dari apa sebenarnya makna
ibadah kurban itu. Perintah mengenai kurban itu tidak hanya berhenti pada
menyembelih hewan ternak yang telah ditentukan saja, melainkan bentuk
pengabdian seorang hamba dan semata-mata ingin memperoleh rida dari Allah SWT.
Selain itu, ibadah kurban ini juga dimaksudkan untuk memperkuat dan mempertebal
ketakwaan seorang hamba kepada sang Ilahi. Dan Allah juga menilai ibadah ini
sebagai wujud ketakwaan hamba kepada-Nya. Tentu hal tersebut telah dijelaskan
dalam firman-Nya: “Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat
mencapai (keridaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat
mencapainya.” (QS. Al-Hajj [22]: 27)
Selain
mengharap rida dan menambah ketakwaan bagi seorang hamba Allah. Ibadah kurban
juga dapat menjadi sarana untuk membentuk kepribadian yang penuh toleransi,
media menebar kasih sayang, serasi, jauh dari keegoisan, dan akan terjalin
hubungan baik antara yang kaya dan miskin. Setidaknya selama beberapa hari
tersebut, orang-orang yang tidak mampu akan merasakan kebahagiaan. Andaikan
saja hal itu dapat berlangsung secara terus, setidaknya kebutuhan pokok. Maka,
tingkat kemiskinan di antara masyarakat lingkungan kita akan terus menurun.
Sehingga dapat menciptakan masyarakat yang tenang dan tenteram, sebab tidak ada
lagi perbedaan status quo atau sosial
yang sangat mencolok dilingkungan tersebut.
Dengan
begitu, pengorbanan yang tumbuh dalam pelaksanaan ibadah kurban sendiri dapat
mengikis sifat egois dan kikir dalam setiap individu umat muslim. Berkurangnya
atau bahkan hilangnya sikap egois dan kikir tersebut, memiliki pengaruh yang
sangat baik bagi kehidupan dan penghidupan orang itu sendiri maupun terhadap
masyarakat luas.
Akan
tetapi, sangat disayangkan banyak dari kita umat muslim yang belum mengerti
akan makna kurban tersebut. Sehingga dalam pelaksanaannya ibadah kurban ini
menjadi ajang seseorang untuk memperlihatkan kekayaan dan pamer akan kuantitas
yang ia keluarkan untuk menjalani ibadah kurban. Padahal kalau kita belajar
dari kedua kisah di atas, ibadah kurban seharusnya menjadi ajang seseorang
untuk semakin mendekatkan diri kepada Allah dengan menyerahkan sedikit hartanya
untuk membeli hewan ternak yang telah disepakati oleh para ulama fikih untuk
disembelih dan dibagikan kepada orang yang membutuhkannya. Meskipun di lain
sisi kita dianjurkan untuk mengeluarkan sesuatu yang terbaik dari apa yang kita
miliki dengan hati yang ikhlas.
Dengan
demikian, kita sebagai umat muslim dapat menjalani ibadah kurban dengan benar
baik secara dhohir maupun batin. Sehingga Allah SWT dapat menerima apa yang
telah kita persembahkan untuk-Nya, dan menjadikan diri kita semakin dekat dan
lebih dekat kepada Sang Ilahi. Terakhir penulis ingin menutup tulisan singkat
ini dengan sebuah pertanyaan dari seorang guru yang selalu terbenam dalam
ingatan penulis, “Apa yang telah engkau korbankan sebagai bukti dekat dan
mendekatmu kepada Allah SWT?”