Pada Juma’at 27 Oktober 2023 lalu, Komunitas
Literat Muda UINSA mengadakan bedah buku dengan judul Al-Qur’an Kitab Sastra
Terbesar Karya Dr. Phil. M. Nur Kholis Setiawan yang dipresentasikan oleh Khairul Atfal, Abdul
Aziz Ali Fikri dan di moderatori oleh Ayus Ratna Dilla.
Pemateri 1
Membahas Buku “Al-Qur’an Kitab Sastra Terbesar”
karya Nur Kholis Setiawan sebagai elaborasi dari teori sastra Amin Al-Khuli (tokoh
penafsiran kontemporer). Elaborasi sendiri disini bentuk dari penyempurnaan
atau penerusan terhadap sesuatu. Sehingga buku “Al-Qur’an Kitab Sastra Terbesar”
merupakan penyempurnaan terhadap pemikiran Amin Al- Khulli.
Pemikiran Amin al-Khulli yang menjelaskan
bahwa Al-Qur’an adalah kitab hidayah, namun tidak bisa dikatakan secara mutlak.
Kemunculan teori Amin Al-Khulli tidak lepas dari teori Moh. Abduh, yang
mendefinisikan Al-Qur’an sebagai kitab hidaya yang pendekatnya melalui
pendekatan sosial. Hal ini dikritik keras oleh Amin Al-Khulli, bahwasannya jika
hanya pendekatan sosial potensi untuk penyelewangan maka bisa terjadi.
Oleh karena itu Amin Al-Khulli mendatangkan
teori kesusastraan. Teori Amin Al Khulli bisa dibagi menjadi dua bagian. Yang
pertama, Maa Khaulal Qur’an, yakni apa saja yang terdapat dalam Al-Qur’an
yang dibagi lagi menjadi dua yaitu ulumul qur’an dan asbabul nuzul
makruh seperti kontek sosial histori. Yang kedua, Ma Fii Al-Qur’an, yakni
bagaimana penafsiran menggunakan pendekatan susastra.
Pendekatan kesusastraan yang bercorak lughowi dalam
menafsirkan mengambil satu kaliamat dari inti pembahasan, kemudian di copoti dan
di jelaskan secara satu persatu kata atau lafadz dan dicari padanan kata, makna
kata dan lain-lain. Contoh Al-Khulli dalam menafsirkan ayat puasa diambil kata ashiyam
dicari padanannya pada ayat lain.
Kemudian dilihat secara konteks berbeda ayat yang
satu dengan yang lain seperti yang di Al-Baqoroh menunjukan untuk puasa
romadhon sedangkan di ayat Maryam menunjukan Nabi Zakariya yang menahan diri
untuk tidak berbicara sebagai nadzar. Oleh Amin Al-Khulli dikaitkan satu sama
lain sehingga puasa tidak hanya menahan diri dari makan dan minum namun juga
dari berbicara yang tidak baik
Pemateri 2
Nur Kholis Setiawan dalam buku “Al-Qur’an
Kitab Sastra Terbesar” ingin mengungkapkan teori Amin Al-Khulli yang banyak
menjadi kontroversi pada muridnya yang dinilai liberal. Di sini Nur Kholis mengatakan
bahwasaanya Islam sendiri sudah liberal dengan mengkaji kitab turost,
kitab-kitab yang cenderung klasik. Buku ini mempotret bahwa stetmen Al Khulli itu
bukan sebuah gagasan baru, namun mengelompokan narasi-narasi yang sudah ada
menjadi sebuah teori.
Latar belakang buku ini dikarenakan anggapan teori Al-Khulli sebagai
teori yang liberal oleh kelompok tertentu yang tidak suka dengan teori susastra.
Sihingga dibuku ini ingin menyampaikan respon atau melanjutkan dari teori Al-Khulli.
Dalam pengambilan judul buku “Al-Qur’an
Kitab Sastra Terbesar” bukan menjadikan al-Qur’an sebagai kitab sastra pada
umumnya, namun bahwasannya al-Qur’an mengandung sifat kesusastraan yang luar
biasa. Yang mana, satu kata memiliki
banyak makna.
Buku ini terdiri dari 5 bab. Bab pertama, pendahuluan.
Bab kedua, identtifikasi gendre teks. Bab ketiga, mekanisme. Bab keempat,
anaslisis Nur Kholis Setiawan. Bab 5, kesimpulan dan penutup. Buku ini adopsi
dari hasil tesis Nur Kholis Setiawan sendiri.
Pada bab pertama, yakni pendahuluan Nur
Kholis menyajikan pendahuluan yang sangat menarik jika kita membacanya. Nur
kholis mencoba mengurucutkan teori susastra itu muncul. Bab satu juga menjelaskan
pada dua teori Al-Khulli yang dijelaskan pada pemateri pertama. Pada Nur Kholis
Setiawan juga mencoba mengatakan bahwa teori Islam itu aslinya liberal jika
kita benar-bena mengkajinya.
Pada bab 1, 2, 3, 4 yang ditampilkan banyak mengambil referensi dari kitab turost, sehingga
ingin menunjukan bahwa turost-turost terdahulu sudah terdapat pemaparan teori
susastra, cuma belum tersruktur secara sistematis seperti punya Al-Khulli. Pada
bab 2 sudah masuk pada identitas teks, referensial Al-Qur’an. Bab 3 ada
mekanisme pengambilan makna. Kesimpulan dari buku ini menurut pemateri tidak
ada teori/ hal baru yang dipaparkan Nur Kholis. Buku ini hanya mempotret
sesuatu yang sudah ada dan memberikan istilah-istilah baru.
Pesan dari pemateri bahwa jika ingin melakukan
meneliti jangan lupakan sosial budaya mufasirnya dan jangan lupakan sosial
budaya pada saat tafsir di tulis.