Oleh: Nazwar
Istilah tasawwuf tidaklah asing bagi mereka yang biasa bergelut dengan literatur Islam. Semisal pelajar atau mahasiswa di lingkungan kampus keagamaan, tasawwuf dikenal dalam kajian akhlak atau pendidikan karakter, yaitu Akhlak Tasawwuf.
Sebenarnya peranan tasawwuf yang di dalamnya juga terdapat pengertian tidak sebatas pendidikan dalam arti teoritis. Tasawwuf adalah kehidupan itu sendiri, termasuk di dalamnya aturan, serta tujuan. Tasawwuf diistilahkan lembaga besar yang bernama dunia.
Dari sisi keilmuan, Tasawwuf seringkali dipertentangkan dengan Filsafat yang menyandarkan pada akal. Tasawwuf dan Filsafat memiliki peran berbeda. Filsafat pada perannya adalah memainkan kehidupan. Dengan akal sebagai penggerak, Filsafat membangun kehidupan manusia di dunia.
Tasawwuf, diistilahkan lain dengan mistisisme Islam merupakan disiplin yang berusaha mengkonseptualisasi mistik dalam Islam. Unsur keilmuan dari mistisisme Islam diperbincangkan, sebagian besar adalah pencatatan atau bukti adanya praktik mistik dalam sejarah perkembangan Islam.
Tercacat beberapa tokoh Muslim yang namanya tercetak tebal dalam literatur tasawwuf, seperti al-Ghazali dalam Tasawwuf Sunni, Suhrawardi dalam Tasawwuf Falsafi dan lain sebagainya.
Sesuai dengan namanya, mistisisme Islam hadir tidak dalam rangka menafikan agama Islam atau mempertentangkan ajaran-ajarannya, tasawwuf hadir seperti oase di tengah gurun bagi seorang musafir dalam untuk melegakan sedikit dahaganya.
Pada saatnya tasawwuf menjadi sangat bermanfaat walau ibarat basahnya tenggorokan oleh sekedar seteguk air, sangat terasa untuk perjalanan panjang yang penuh dahaga.
Pada saat lain, pengembangan, pemahaman dan kesalah pahaman terhadap tasawwuf melekat menjadi satu kesatuan serta menjadi warna tersendiri yang mewarnai tasawwuf itu sendiri. Allahu a’lam.
Selamat Datang Generasi Generasi Hingar-bingar Tasawwuf
Setelah era perkembangan teknologi, hiruk -pikuk dunia, khususnya di Republik ini sedang heboh memperbincangkan PEMILU 2024. Isu PEMILU ramai diperbincangkan terkait program yang diusung para calon presiden dan wakil presiden. Para pendukung berupa kubu-kubu terus menggaungkan suaranya, akankah ini berpengaruh pada hasilnya?
Proses pemilihan masih terbilang lama dengan kalkulasi berbagai agenda besar lain seperti seleksi CPNS, pemilihan legislatif, namun dalam pandangan tasawwuf adalah sama saja, hingar bingar dunia.
Tasawwuf sebagai suatu ide terdengar asing bersanding dengan topik-topik pembicaraan lain yang sebenarnya adalah cabang kecilnya seperti katakanlah politik, paham lokal bahkan paham-paham keagamaan. Namun sejatinya sulit keluar bagi yang menyadari eksistensi ketasawwufan.
Tasawwuf sebagai suatu konsep bagaimana meyakini, atau bagaimana keyakinan seseorang dalam menjalani hidup sering dipertentangkan (dialektik) dengan filsafat yang dipahami sebagai cara pikir.
Namun keduanya andil dalam menggerakkan kehidupan manusia.
Artikel ini tidak sedang membincang makna tasawwuf, cabang atau corak tasawwuf juga bukan mengurai sejarah tasawwuf namun lebih jauh akan menunjukkan peran tasawwuf dalam membentuk kehidupan manusia khususnya Indonesia.
Realita Sesungguhnya Tasawwuf
Manusia bergerak dalam dua pilar utama yaitu pikiran dan hati. Dikatakan kehidupan normal berjalan di atas gerak akal dan hati secara normal/bersamaan. Unsur lain adalah materi, bahan bakar, atau sejenis energi yang mendorong atau bahasa lain menggerakkan keduanya.
Kembali kepada peran tasawwuf, jika kemampuan berupa manusia dapat menyusun kata-kata yang membuatnya dapat saling berkomunikasi adalah inti ajaran Filsafat abad ini. Maka hati adalah menatanya, persis peranan hati sebagaimana dapat dipahami secara awam.
Maka terciptalah realita yang disebut awam dengan kondisi dimana manusia membangun menyusun dan kemudian membangun kembali kehidupan. Realita adalah manifestasi atau jelmaan tasawwuf.
Konseptualisasi realitas akan mudah ditelanjangi, setidaknya secara konsep melalui apa yang disebut dengan pisau analisis berupa filsafat. Namun akan dapat dipahami jika saja memahami peranan tasawwuf.
Pengabaian terhadap keduanya akan menghasilkan kebingungan-kebingungan dalam memahami realitas. Bagaimana orang menyusun kata-kata semisal yang sempat disinggung di atas.
Sebab penafian secara semena-mena (arbitrer) dengan alasan klise semisal kebutuhan duniawi hanya membendung kebingungan yang ada untuk dapat meluap jika itu diibaratkan air, menguap jika kebingungan tersebut telah menjadi air.
Secara konseptual segalanya bisa dipahami sebagai sesuatu yang dapat berlalu begitu saja.
Namun jika mampu bertindak adil, artinya ada yang siap mengambil sikap untuk tidak mengacuhkan peranan tasawwuf dan filsafat ini dengan senantiasa berpegang pada prinsip kebenaran atau dalam konsep filsafat kemestian (“das sollen”), peranan optik sebagaimana manfaatnya hari ini, eksistensi angka nol dalam penggunaan angka-angka dalam berbagai kebutuhan sehari-hari, adalah sesuatu yang kecil namun besar manfaatnya.
Sebelumnya tidak didapat tasawwuf mengemuka seperti sekarang. Dikatakan bahwa para wali itu tersembunyi. Bahwa Wali Allah itu ukurannya adalah ketaqwaan, siapa yang berhak mengetahui ketaqwaan manusia sesungguhnya di hadapan Allah?
Semua berhak mengklaim diri yang paling berpengaruh sehingga dialah pemegang singgasana tasawwuf sesungguhnya secara nyata seperti kedudukan di kursi politik atau yang lain, maupun yang kasat mata.
Pada initinya saat ini generasi kita dalam tasawwuf yang relatif hingar-bingar. Perlu diketahui bahwa tasawwuf identik dengan kesederhanaan duniawi, atau kemampuan dalam mengontrol diri dari unsur keduniawian, serta menatanya.