Wanita Karier dalam Perspektif Islam


Oleh: Nimas Ayu Jihan 'Aatika

Anatomi secara biologis, laki-laki berbeda dengan wanita. Laki-laki terkenal dengan peran superior dalam masyarakat sebab ia dianggap lebih kuat, potensial dan cekatan dalam bekerja. Sementara wanita memiliki organ reproduksi, menjadi adanya anggapan bahwa wanita cocok dalam peran inferior, kurang potensi dan tidak produktif, lalu muncul statement, "Istri di rumah saja". Adanya statement bahwa suami sebagai pemimpin rumah tangga serta sumber utama nafkah dalam keluarga dan istri sebagai ibu rumah tangga menjadi doktrin terkuat para suami untuk melarang istrinya bekerja.

Menurut Muhammad ‘Alī al-Ṣābūnī, beliau adalah sosok ulama populer di kalangan Hanafi. Tugas seorang istri tidak hanya pemenuhan biologis sang suami ketika di rumah, namun memasak, mengurus anak, mencuci, membereskan rumah itu sudah menjadi kewajiban mutlak istri. Adapun suami sebagai pemimpin rumah tangga wajib memenuhi kebutuhan istri dan anak. Kalimat yang terkenal dari beliau, yakni:

Yang kelima dari hak seorang suami pada istrinya adalah bertanggung jawab secara penuh untuk mengurusi tugas-tugas rumah tangga yang rutin seperti memasak, mencuci dan menyapu. Itu semua dilandasi dengan suatu kebiasaan dan adat pada tiap-tiap tempat. Pada dasarnya, hidup berumah tangga adalah hidup untuk bisa saling tolong-menolong dan bahu membahu.”

Tak hanya itu, kitab-kitab fikih klasik yang membahas mengenai pernikahan pun juga mengutip mengenai istri letaknya di rumah. Apakah pada zaman Nabi tidak ada wanita karir, hingga Islam melarangnya? Beberapa contoh wanita karier pada zaman Nabi sebagai berikut:

1. Istri Nabi, seperti Khadijah. Beliau sangat sukses dalam hal bisnis ekspor impor, bahkan beliau rela hartanya untuk umat Muslim. Demikian Shafiyah binti Huyay sebagai perias pengantin.
2. Seorang wanita pernah datang pada Nabi, beliau menanyakan perihal jual beli.
3. Raitah, istri dari ‘Abd Allāh b. Mas‘ūd. Seorang pebisnis karena suaminya tidak mampu mencukupi kebutuhan keluarganya.

Sangat jelas bahwa Islam tidak melarang mengenai wanita karier. Lantas mengapa diturunkannya surah al-Ahzab ayat 33:
وَقَرْنَ فِيْ بُيُوْتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْاُوْلٰى وَاَقِمْنَ الصَّلٰوةَ وَاٰتِيْنَ الزَّكٰوةَ وَاَطِعْنَ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ ۗاِنَّمَا يُرِيْدُ اللّٰهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ اَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيْرًاۚ
Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan (bertingkah laku) seperti orang-orang Jahiliah dahulu, dan laksanakanlah salat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, wahai ahlulbait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.”
Menurut Ibn Kathīr ayat tersebut mengandung arti bahwa wanita tidak boleh keluar rumah kecuali sesuai untuk syiar agama. Sedangkan Muhammad Quthub menerangkan ayat tersebut bukan larangan terhadap wanita yang bekerja. Islam membenarkan mereka bekerja karena darurat. Arti darurat di sini, yakni pekerjaan yang sangat dibutuhkan guna pemenuhan kebutuhan sehari-hari karena tidak ada yang menafkahi kebutuhannya atau yang menanggungnya tidak dapat memenuhi kebutuhan. 
Dalam sebuah riwayat dijelaskan:
"Tidaklah seseorang mengonsumsi makanan itu lebih baik daripada mengonsumsi makanan yang diperoleh dari hasil kerjanya sendiri, sebab Nabi Allah, Daud, memakan makanan dari hasil kerjanya." (HR. Bukhārī)
Maksud dari hadis di atas menjelaskan bahwa perintah bekerja dengan usahanya, bukan bergantung pada orang lain untuk memenuhi kebutuhannya. Islam tidak membedakan hak antara laki-laki dan wanita, keduanya diberi kesempatan yang sama. Keinginan wanita bekerja selain mengasah potensi yang dimiliki, mereka juga berinisiatif untuk meringankan beban suami. Kemaslahatan hidup berumah tangganya menjadi tujuan utama wanita karir.
Menurut Qāsim Amīn, bahwa wanita wajib untuk tetap berada di dalam rumah, karena lingkungan Arab ketika itu sangatlah keras, sering terjadi peperangan dan pembunuhan. Dalam kondisi lingkungan Arab yang sangat tidak aman, tidak memungkinkan apabila wanita ikut serta untuk keluar rumah terlalu lama. Berbeda dengan zaman sekarang, pembidangan pekerjaan sangat bermacam-macam dan tidak mengkhawatirkan
Studi terbaru dalam The New England Journal of Medicine mengatakan bahwa orang yang menghabiskan waktu sendiri atau selalu berada dalam kesepian, seiring berjalannya waktu ia akan mengalami penyusutan otak. Penyusutan ini mengakibatkan rusaknya kemampuan mengelola emosi serta interaksi dengan orang lain. Problematika dalam keluarga, suami yang melarang istrinya bekerja di kemudian hari ia akan mudah menyepelekan bahkan meremehkan istri. Di saat inilah ketika suami ingin merasakan kehadiran istrinya untuk memberikan solusi pada masalah yang dialami, namun istri tidak bisa memberikan hal terbaik, mengakibatkan suami mengganggap istrinya bodoh. Faktor menurunnya daya tangkap istri disebabkan lingkungan yang kurang mendukung dan toxic. Zaman terus berkembang, orang akan lenyap dengan argumennya jika hanya menekankan pada pemikiran primitif.
Previous Post Next Post

Contact Form