Oleh: Naufal Robiqqis Dwi Asta
Perang
selalu digambarkan dengan aksi perkelahian, adu senjata, kekerasan, saling
membunuh secara mati-matian, bahkan pada kasus tertentu terjadi perang
ideologi. Perang terkadang menjadi suatu hal yang tidak diinginkan oleh sebagian
besar manusia, karena perang diidentikkan dengan adanya kekerasan di dalamnya.
Sebagian besar manusia, memiliki keinginan untuk menciptakan rasa damai dan
tentram dengan cara tidak berperang.
Mohandas
Karamchand Gandhi (1869-1948) atau lebih sering dipanggil dengan nama Mahatma
Gandhi merupakan sosok pemimpin spiritual, politikus, serta filosof humanisme
yang tidak setuju dengan adanya korban jiwa dan pembunuhan karena adanya
perang. Mahatma merupakan sebuah gelar yang diberikan kepadanya yang dapat
diartikan sebagai “Yang Agung”. Meskipun masa kecil Gandhi digambarkan sebagai
sosok yang pemalu dan grogi, pada akhirnya dia dapat membawa kemerdekaan bagi
bangsanya sendiri dan bahkan berpengaruh besar dalam dunia.
Filosof
dari India tersebut memiliki suatu prinsip tanpa adanya rasa lelah dalam
mencari kebenaran dengan berpegang keyakinan penuh pada Tuhan Yang Maha Esa.
Dalam prinsip tersebut, Mahatma Gandhi juga meyakini bahwa keselamatan jiwa
seseorang dapat diselamatkan dari kejahatan dunia, selama jiwa tersebut tidak
jauh dengan Tuhan. Inilah yang disebut oleh Mahatma Gandhi dengan istilah “Satyagraha”
atau kekuatan kebenaran.
“Pertama
mereka mengabaikan Anda; Lalu mereka menertawakanmu; lalu mereka melawanmu;
maka Anda menang”.
Ungkapan
tersebut merupakan ungkapan ikonik dari Mahatma Gandhi yang menggambarkan
strateginya dalam menghadapi para musuhnya. Lantas bagaimana sebenarnya
strategi yang ditawarkan oleh Mahatma Gandhi dengan Satyagraha dalam
menghadapi para musuhnya ?
Dalam
kitab Upanishad yang merupakan sebuah kitab milik agama Hindu, dia
mengambil satu gagasan yang disebut dengan Ahimsa atau yang dapat
diartikan dengan tidak menyakiti. Gandhi kemudian mengambil satu istilah
tersebut dan mempercayai bahwa dengan memperlakukan Ahimsa sebagai
sebuah prinsip dalam menghadapi musuh-musuhnya. Para filosof India juga
seringkali mengambil istilah Ahimsa tersebut untuk menekan sifat-sifat
raksasa (bhuta kala) yang digambarkan dengan sifat nafsu, serakah,
mabuk, bimbang, dan iri.
Gandhi
menawarkan setidaknya tiga model untuk mencapai cita-cita perdamaian dari satyagraha.
Pertama, memaksimalkan energi positif yang dilakukan dengan cara diam
tanpa perlawanan serta dengan melakukan diplomasi atau lobby (non violence
of the strong). Model pertama ini memberi anjuran untuk hanya diam dan
melakukan diplomasi atau negosiasi pada pihak musuh. Tujuannya adalah agar
tidak ada aksi kekerasan yang menyebabkan jatuhnya korban jiwa dari berbagai
pihak.
Kedua,
dengan cara melakukan pengendalian diri secara sadar dan membalas adanya
kekerasan dengan cinta kasih (non violence of the weak). Model kedua ini
menganjurkan untuk melakukan sikap refleksi dan penuh kesadaran kepada diri
sendiri agar sebisa mungkin mengontrol emosi ketika mendapat aksi kekerasan
dari pihak lawan. Tujuannya adalah agar adanya kekerasan dalam kedua belah
pihak tidak terjadi secara terus-menerus yang mengakibatkan adanya korban jiwa.
Maka dari itu, membalas dengan cinta kasih adalah upaya yang tepat untuk
menghentikan adanya kekerasan.
Ketiga,
dengan cara gerakan pantang kekerasan secara kolektif melalui gerakan, termasuk
merangkul para kaum perempuan untuk bergabung dalam gerakannya (non violence
of the cowards). Model ketiga ini menganjurkan untuk mencari pengikut
sebanyak-banyaknya dengan doktrin penolakan terhadap kekerasan yang teroganisir
dalam suatu gerakan. Tujuan dari gerakan tersebut bukan untuk melawan lawan
yang menggunakan kekerasan, tetapi menolak adanya sikap kekerasan tersebut kepada
para lawan. Karena pada dasasrnya, pemikiran dari Mahatma Gandhi adalah
membenci adanya sifat kekerasan, bukan para lawan yang melakukannya.
Kepiawaian
Mahatma Gandhi dengan strategi pemikirannya tersebut tidak hanya menjadi
sebatas pemikiran saja. Pada saat meletusnya perang Boer kedua antara militer
Kerajaan Inggris dengan Afrika Selatan, Gandhi berhasil mengumpulkan sekitar
1100 relawan yang sudah terlatih dengan pengetahuan medis untuk membantu
mengobati korban perang yang terluka. Peran Gandhi tersebut pada akhirnya dapat
mencuri hati dari pemerintah Inggris terhadap masyarakat RAS India di Afrika.
Pada akhirnya, Gandhi juga dinobatkan sebagai pahlawan nasional di Afrika
Selatan setelah hak suara dari masyarakat kulit hitam mulai didengarkan oleh
pemerintah Afrika Selatan.
Dalam
melawan koloni Inggris di India, Gandhi menggunakan empat strategi utama. Pertama, kokoh dengan prinsip melawan tanpa adanya
aksi kekerasan. Kedua, menolak bekerjasama dan tidak mempedulikan adanya
himbauan yang disampaikan oleh pemerintah Inggris. Ketiga, aksi
pemboikotan produk-produk dari Inggris dan melakukan aksi mogok kerja nasional
yang dilakukan dengan serentak. Keempat, membangun perekonomian India
secara mandiri agar tidak bergantung pada produk-produk dari Inggris.
Mahatma
Gandhi juga seringkali menggunakan aksi puasa sampai mati untuk melancarkan
beberapa aksinya seperti mengajak masyarakat untuk melakukan pemboikotan,
menghapus adanya kasta yang seringkali membuat kasta Dalit dianggap sebagai
kasta yang lebih rendah dari hewan, sebagai upaya untuk melerai adanya
bentrokan antar kaum Islam dengan kaum Hindu di India, dan lain sebagainya.
Selama masa hidupnya, Gandhi terhitung melakukan puasa tersebut sebanyak 17
kali dan pernah dipenjara selama 12 kali.
Akhirnya
tepat pada 30 Januari 1948 Gandhi dibunuh dengan cara ditembak oleh Nathuram
Godse selaku seorang nasionalis Hindu karena pemikiran Gandhi terlalu banyak
memihak kepada kaum Islam daripada Hindu sendiri. Pemikiran Mahatma Gandhi
dapat dikatakan mencapai banyak keberhasilan pada India dan Afrika, bahkan juga
diakui oleh dunia. Meskipun beberapa para dari para tokoh setelahnya menganggap
pemikirannya terlalu naif dan hanya membuang-buang nyawa.
Sebagai
upaya penghormatan dari pemikiran dan perjuangan Mahatma Gandhi, setiap pada
tanggal 2 Oktober yang merupakan hari kelahirannya, diperingati sebagai hari
tanpa kekerasan Internasional (Day of Non-Violence).