Oleh: Naufal Robbiqis Dwi Asta
Baru-baru ini, masyarakat khususnya para pemuda sedang dihadapkan oleh suatu permasalahan yang diberi istilah sebagai quarter life crisis. Quarter life crisis sendiri banyak dibicarakan oleh masyarakat umum, terutama di media sosial. Sebenarnya apa quarter life crisis dan bagaimana filsafat Taoisme memberikan nilai sekaligus solusi untuk menghadapi kondisi krisis tersebut?
Quarter life crisis
adalah suatu masalah yang dialami orang-orang, terutama pemuda yang berumur
sekitar 20-30 tahun. Krisis ini berupa perasaan takut, merasa kesepian,
frustasi, khawatir, stres, rasa kecewa, tekanan, merasa kehilangan arah dan
tujuan atas karir, relasi, dan masa depannya.
Sebagai solusi alternatif
dari permasalahan tersebut, ada sebuah aliran filsafat yang masih cukup relevan
dan bisa menjadi solusi dalam menangani masalah diatas, yaitu filsafat Taoisme.
Ia merupakan sebuah pandangan filsafat dari Tiongkok dan dapat dikatakan
sebagai aliran filsafat tertua di dunia Timur. Taoisme adalah pandangan
filsafat yang didefinisikan sebagai jalan manusia menata hidup dan memberikan
petunjuk kehidupan yang seharusnya dijalani manusia supaya selaras dengan
bekerjanya alam semesta (ajaran alam semesta). Perintis dasar dari Taoisme
adalah Yang Chu dan dipopulerkan oleh Lao Tzu dengan kitab yang ditulisnya
berjudul Tao Te Ching.
Sebelum kita mempelajari
bagaimana Taoisme menjawab masalah quarter life crisis, alangkah baiknya
kita terlebih dahulu dalam kondisi tenang dengan mengontrol nafas lalu mulai
memikirkan semua masalah yang ingin kita pikirkan. Jika sudah penuh dalam
pikiran, coba untuk membuang satu persatu permasalahan tersebut agar hilang
dari pikiran dan bayangkan pikiran-pikiran tentang masalah tersebut bisa
terbuang dengan hembusan nafas. Jika merasa pikiran sudah kosong mari kita
lanjutkan membaca.
Lao-Tzu merupakan salah
satu filsuf yang menyadari dan mempercayai akan keseimbangan (Yin-Yang) dalam
segala hal, termasuk dunia sosial. Dalam ranah sosial, Lao Tzu mempercayai
bahwa orang akan dapat hidup bersama dengan mudah jika mereka mau menyadari
kepentingan pribadi mereka tidak selalu sama dengan oang lain dan mau
mempertimbangkan perasaan satu sama lain. Pemikiran tersebut menganjurkan kita
untuk mengurangi ego kita saat hidup bersosial dengan yang lainnya.
Dari pemikiran tersebut
juga dapat kita tarik suatu pelajaran tentang keseimbangan yang dapat dimaknai
sebagai kebijaksanaan. Misalnya dalam berbuat kita ada baiknya harus berpikir
terlebih dahulu dan jika sudah selesai, kita juga harus mengoreksi diri kita
lagi. Apakah kita sudah sadar dengan kesalahan kita sendiri? Apakah sebenarnya
kita sudah mengenali diri kita sendiri? Keseimbangan dalam konteks krisis ini
adalah penekanan untuk lebih mengenali diri sendiri. Mengenal diri sendiri merupakan
salah satu cara keberhasilan yang dicapai oleh orang-orang besar dalam mencapai
keberhasilan. Mengenali diri sendiri bukan berarti kita memenuhi apa yang kita
inginkan. Untuk mengenal diri sendiri kita dapat memikirkan siapa kita
sebenarnya, dan apa tujuan kita hidup di dunia.
Tentunya hal tersebut
harus coba kita pikirkan dengan pikiran yang bersih tanpa ada kepentingan yang
sementara dan ketergantungan. Karena pada dasarnya quarter life crisis
adalah krisis yang berasal dari ketergantungan pada hal yang sementara. Sebagai
contoh adalah kita yang sebenarnya tidak terlalu butuh barang yang kita beli,
tetapi karena teman-teman kita mempunyai itu, kita juga ikut untuk membelinya. Cobalah
untuk berpikir apa yang seharusnya dibutuhkan bukan hal-hal yang sebatas
keinginan. Coba pikirkan satu tujuan dan berjalanlah menuju hal tersebut, maka
akan banyak energi yang megalir jika kita mau menjalaninya.
Selanjutnya aliran
Taoisme seringkali menggunakan air sebagai analoginya. Air dinilai memiliki
sifat adaptif, memiliki kekuatan (contoh: dapat menghancurkan batu karang),
jernih, dan tenang. Begitupun aliran taoisme yang punya sifat adaptif dengan
alam semesta, sifat luwes tak berhingga namun kokoh tanpa bandingan), dan
bersifat jernih yang hanya mampu ditangkap oleh mata batin jika manusia mampu
mencapai ketenangan yang diam.
Salah satu sifat dari air
yaitu adaptif atau mampu menyesuaikan tempat. Dalam hal ini kita dapat memetik
sifat adaptif yang dalam konteks kehidupan manusia adalah sikap yang
profesional. Air juga bekerja dengan cara menirukan bentuk tempatnya, jika dia berada
dalam gelas maka dia akan mengikuti bentuk gelas dan sebagainya. Sifat air yang
menempati ruang tersebut adalah penggambaran kita memaksimalkan ruang-ruang
yang sudah kita tempati agar kita lebih paham dan kita kuasai lagi.
Air juga memiliki
kekuatan, ketenangan, dan kejernihan. Batu yang keras dapat kita analogikan
sebagai pikiran buruk, kegelisahan, dan sifat mudah menyerah. Seperti yang kita
tahu bagaimana air dapat menghancurkan batu, misalnya dalam setiap tetesan air
hujan yang dapat membuat batu terkikis perlahan-lahan. Sama halnya ketika kita
sebagai air, secara pelan-pelan untuk menghilangkan satu persatu sifat-sifat
yang dapat mengganggu diri kita untuk berkembang.
Untuk menghilangkan sifat
yang mengganggu pikiran tersebut, dibutuhkan ketenangan dan kejernihan dalam
berpikir. Maka dari itu, sebelum kita mulai untuk berjalan, coba kita seleksi
lagi apa yang harus kita pikirkan lalu kita jalankan dan apa yang seharusnya
tidak dipikirkan jika pikiran itu ada dan hanya mengganggu kita untuk lebih
semangat dan produktif.
Air juga memiliki sifat
yang mengalir. Terdapat satu quote Lao Tzu menjelaskan maksud dari aliran air
tersebut yaitu "Jika kamu depresi maka kamu hidup di masa lalu, jika
engkau cemas maka engkau hidup di masa depan, dan jika engkau tenang/damai maka
engkau hidup di masa kini". Inti dari pernyataan tersebut adalah agar kita
tidak memikirkan yang sudah-sudah dan mencemaskan yang belum terjadi, tetapi
mari kita gunakan pikiran kita untuk berpikir apa yang akan kita lakukan saat
ini.
Sebagai upaya terakhir,
terdapat pandangan tentang Wu Wei dalam filsafat Taoisme. Wu Wei adalah lawan
dari kekerasan yang merupakan gejala awal menuju kegagalan. Wu Wei juga dapat
diartikan sebagai tidak berkeinginan. Menurut teori Wu Wei, seseorang hendaknya
membatasi kegiatan-kegiatannya pada apa yang diperlukan dan apa yang wajar. Wu
Wei adalah hidup yang dijalani tanpa ketegangan (perwujudan murni dari lemah
lembut, sederhana, dan bebas), juga suatu kemampuan yang efektif, yang murni
dimana tak ada gerak yang dihambur-hamburkan hanya untuk dipamerkan.
Dalam konteks ini kita
harus berpikir dua kali untuk memikirkan ataupun melakukan sesuatu. Bedakan
antara apa yang diinginkan dan tidak harus terpenuhi dengan apa yang wajar dan
wajib untuk dipenuhi. Sebagai contoh jika dalam media sosial kita menemukan
suatu hal yang membuat kita tertarik, membeli baju yang sedang tren misalnya.
Alangkah baiknya untuk kita pikirkan lagi, apakah hal tersebut wajar untuk kita
lakukan dan sesuai kebutuhan kita?
Jika kita merasa wajar
mungkin hal tersebut memang kebutuhan kita untuk berpakaian. Tetapi jika tren
itu sudah hilang dan muncul tren lain, apakah sebenarnya kita tidak hanya
termakan oleh tren-tren tersebut daripada memahami fungsi dari baju itu sendiri?
Bukan hanya pakaian saja tetapi banyak hal yang juga perlu kita pikirkan
sebelum hal tersebut kita lakukan. Titik terang dari pandangan ini adalah tidak
memenuhi keinginan yang hanya sekedar untuk dipamerkan.
Lebih jauh, Lao Tzu juga
pernah berkata bahwa "Perjalanan dalam ratusan mil, dimulai dari satu
langkah kecil". Quote tersebut dapat diartikan bahwa mimpi dan
tujuan yang besar harus dimulai dengan langkah kecil. Maka coba mulailah
melangkah daripada harus berfikir panjang tetapi hanya menghasilkan
pikiran-pikiran buruk. Jika kita tidak mulai berjalan, kita hanya akan menetap
dengan pikiran yang buruk.
Walaupun demikian,
filsafat Taoisme untuk menjawab quarter life crisis ini adalah sebuah
langkah awal. Jika langkah-langkah tesebut sudah berhasil, maka lebih baiknya
dilanjutkan dalam giat belajar agama dan seringkali melakukan ibadah agar hasil
yang diperoleh dapat dimaksimalkan lagi. Lanjutkan dengan selalu berpikir positif
maka apapun yang kita hadapi akan berbuah positif.