Oleh: Muhammad Chaidar Farras
Di akhir tahun ini kita disuguhkan dengan perhelatan pesta sepak bola terbesar di dunia. Puluhan negara turut meramaikan perhelatan akbar tersebut. Dan yang lebih menarik adalah untuk pertama kalinya negara Islam menjadi tuan rumah. Qatar, negara yang diakui sebagai negara paling makmur di dunia. Cadangan minyak menjadi sumber utama pendapatan negara tersebut. sudah tak asing bagi kita mendengar negara ini. Qatar Airways pernah menjadi sponsor utama raksasa Spanyol klub bola Barcelona. Ajang ini akan menjadi sejarah yang tak terlupakan, oleh karena itu kesan pertama sangatlah penting. Pemerintah Qatar berupaya semaksimal mungkin mempersiapkan event tersebut. berbagai fasilitas dan parawisata disediakan dengan harapan para turis bisa nyaman di negeri mereka. Integrasi transportasi dibenahi dan digratiskan. Pengunjung bisa memanfatkanya tanpa merogoh kocek sedikitpun.
Hal yang cukup mengejutkan kemudian terjadi menjelang pembukaan piala dunia. Sebagai negara muslim, Qatar mengambil Langkah yang cukup berani. Pemerintah Qatar menyambut para tamu dari berbagai negara dengan beberapa peraturan baru sebagai syarat mengikuti piala dunia. Kurang dari dua hari pembukaana sepak bola dunia yang lebih sering disebut FIFA, mengumukan lima peraturan yang kemudian mendapat serangan dari media barat. Diantara yang paling ditentang oleh Eropa adalah pelarangan alkohol di stadion dan kampanye LGBT. Seperti yang kita tahu, bahwa banyak Negara Eropa yang melegalkan alkohol dan praktek LGBT. Bahkan di setiap pertandingan di liga Eropa tidak lepas dari atribut pelangi khas pendukung LGBT. Mulai dari spanduk hingga ban kapten selalu ditampilkan sebagai bentuk dukungan terhadap kelompok tersebut.
Media barat kemudian mencari celah dengan mengangkat pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pemerintah Qatar. Dikabarkan banyak pekerja yang turut serta dalam bangunan stadion belum dibayar hingga upacara pembukaan. Melihat hal itu sejumlah negara eropa seperti inggris dan Jerman semakin geram. Mereka mengancam untuk memboikot piala dunia jika peraturan tetap berlaku. Jerman melakukan aksi protes dengan menutup mulut mereka dalam sesi foto tim sebagai simbol pembungkaman. Mereka juga mengolok-olok Qatar dengan mengatakan bahwa negara tersebut kolot dan terbelakang. Tapi Ibarat sebuah, gunung Pemerintah Qatar masih berpegang pada prinsipnya.
Banyak pihak kemudian mendukung Qatar dalam hal ini. Presiden FIFA Giovanni Antonio Meminta Eropa untuk menginstropeksi diri sebelum mengkritik Qatar. Dukungan juga datang dari para jurnalis baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Mereka mengatakan bahwa barat sedang memasang standar ganda dalam menilai humanisme yang ada di Qatar.
Sangat menarik melihat Eropa memaksakan apa yang tidak sesuai dengan mereka. Atas dasar kemanusiaan, semua orang diminta untuk berfikir dan bertindak seperti mereka. Hal ini justru mencederai toleransi dalam keberagaman yang selalu mereka usung. Bukan sekali ini, barat sebenarnya sangat sering bertentangan dengan konsep yang mereka usung. Sebut saja pembantaian di Iraq dengan dalih senjata biologis yang hingga kini tidak terbukti. Lalu Afganistan dan peristiwa WTC yang dituduhkan kepada umat islam. Anehya lagi, banyak negara muslim yang justru termakan propaganda barat. Kemudian muncul pemikiran semakin taat seseorang dalam beragama, semakin ia dekat dengan ekstrimisme. Inilah yang kemudian kami sebut sebagai penjajahan intelektual.
Hal yang berbeda ditunjukkan oleh Qatar. Dengan berani mereka menolak untuk “dijajah”
secara pemikiran. Abdullah Al Nasari selaku kepala keamanan dengan tegas menyatakan “jika anda ingin mengungkapkan pandangan anda mengenai LGBT, lakukanlah dalam masyarakat yang bisa menerima hal itu. Jangan datang dan menghina seluruh masyarakat (kami). Kami tidak akan pindah agama (hanya karena Piala Dunia) selama 28 hari.” Ungkapnya.
Lalu apakah fenomena ini memperburuk pandangan masyarakat eropa terhadap Islam? Melansir dari kanal berita viva bahwa sebanyak 558 orang masuk islam bahkan sebelum Piala Dunia dimulai. Apa yang diberitakan oleh media barat sungguh berbanding terbalik dengan kenyataan yang terjadi di Qatar. Beberapa suporter Inggris bahkan meneriakkan “free Palestine” saat diwawancarai oleh sebuah stasiun televisi milik negara Israel. Mereka tidak membenci, mereka menghormati dan menghargai Islam. Bagaimana hal ini bisa terjadi? Banyak hal baik terjadi di Qatar dengan izin Allah Swt. Ini semua tidak lepas dari peran masyarakat dan Pemerintah Qatar dalam mensyiarkan Islam dengan indah. Banyak poster-poster berisi sabda Rasulullah Saw. Yang mencerminkan keindahan islam. Banyak makanan gratis yang disajikan oleh penduduk Qatar di jalanan, seolah ingin berkata “ inilah Islam yang memuliakan tamunya.” Dan lihatlah bagaimana Achraf Hakimi penyerang dari Tim Nasional Maroko menghampiri dan mengecup kening ibunya setelah mencetak gol, Seolah ingin berkata “ inilah Islam yang menghormati dan menyanyangi Ibunya.” Hal yang sangat jarang dilakukan seorang anak, terutama anak lelaki di zaman ini. Para supporter dapat mendengarkan adzan yang merdu di setiap lima waktu dan melihat para supporter muslim melaksanakan ibadah di banyak tempat yang disediakan. Di upacara pembukaan di saat semua orang tertuju ke inti panggung. Tampil seorang pemuda yang mengidap penyakit Caudal Regression Syndrome, penyakit itu membuatnya kehilangan setengah badanya. Lalu seorang pria tua bertanya padanya bagaimana orang-orang dengan latar belakang dan karakter yang berbeda-beda bisa bersama dan berdampingan. Maka ia jawab dengan sebuah lantunan ayat suci Alquran yang menawarkan konsep islam dalam menyatukan keberagaman. “sesungguhnya kami menjadikan kalian (terdiri dari) berbangsa-bangsa dan berkabilah- kabilah agar kalian saling mengerti (bijaksana).
Piala dunia Qatar adalah pendakwah tanpa kata-kata. Ia mengajarkan kita paradigma islam dalam moderasi beragama. Bagaimana menerima Konsep Pesta Olahraga sebagai perwujudan modernisasi tanpa kehilangan syariát sebagai identitas keagamaan. Fenomena ini sangat menarik untuk dibaca, dengan harapan umat Islam khususnya para cendekiawan muslim bisa bersentuhan dengan peradaban barat tanpa kehilangan keotentikan peradaban islam yang dibangun di atas dasar keimanan. Peradaban yang tidak tunduk pada siapapun kecuali Tuhan nya. Apa yang datang dari peradaban lain wajib untuk diambil sari pati dan membuang yang tidak relevan dengan dasar agama islam. Hal ini seharusnya berlaku pada setiap konsep yang datang dari peradaban lain. Layaknya lebah yang mengumpulkan sari pati banyak bunga, lalu mengubahnya menjadi madu yang sangat khas rasanya. Anda tidak akan tahu darimana nektarnya diambil. Begitulah piala dunia dibawakan dengan ciri khas yang sangat karismatik.
Sebagai penutup, penulis ingin mengatakan bahwa tidak semua yang datang dari perdaban barat itu buruk. Masih banyak yang bisa kita lihat sebagai kaca perbandingan untuk perkembangan dalam bidang apapun. Banyak ide dan gagasan yang bisa kita petik dari peradaban barat. Dan juga tulisan ini dibuat bukan untuk menciptakan sebuah dinding pemisah antar budaya. Tetapi cobalah untuk menimbang dan kemudian mengambil sikap dari semua persentuhan budaya yang terjadi. Supaya terjadi perkembangan yang pesat tanpa kehilangan nilai-nilai moril yang sesuai dengan agama dan bangsa