Oleh: Naufal Robbiqis Dwi Asta
Kehidupan kita sebagai manusia pada hari ini dihadapkan oleh suatu permasalahan yang menuju pada serba krisis. Kondisi krisis ini merupakan perwujudan dari aspek kehidupan di era ini yang dilabelkan dengan sebutan "modernitas". Masa modern merupakan masa yang dimulai pada abad ke-18 sampai saat ini yang ditandai dengan adanya perkembangan ilmu pengetahuan sains yang merupakan produk dari perkembangan pemikiran manusia di Barat.
Pada era modern ini, segalanya mengalami
kemajuan, perkembangan, dan serba canggih. Bagaimana tidak, kita dapat
melakukan segalanya hanya dengan metode "klik" saja. Dengan adanya
gadget misalnya, kita dapat dengan mudah mengetahui apa yang terjadi di negara-negara
tetangga. Semua yang kita inginkan dapat dengan mudah untuk kita dapatkan.
Namun terdapat satu permasalahan besar
yang sedang terjadi pada manusia di era saat ini. Dapat kita lihat bahwa
kondisi masyarakat hari ini seringkali kehilangan ketenangan dan kedamaian
dirinya. Hal tersebut mengarah pada pudarnya spiritualitas manusia karena perkembangan
ilmu pengetahuan sains. Karena prinsip ilmu pengetahuan sains yang menekankan
rasio-empiris dan ilmiah.
Sebenarnya permasalahan ini awalnya hanya
terjadi di Barat, sebagaimana yang dikatakan oleh Seyyed Hossein Nasr. Namun,
dapat kita amati kembali bahwa masyarakat di dunia Timur saat ini justu
mengikuti gaya hidup dan budaya seperti yang terjadi di dunia Barat. Hal
tersebut dapat dikatakan bias dari kemajuan dan kejayaan dunia Barat yang
diidam-idamkan oleh dunia Timur.
Seperti yang telah dijelaskan juga oleh
Seyyed Hossein Nasr tentang nestapa manusia modern yang kehilangan
spiritualitasnya dan menjelaskan bahwa nantinya masyarakat dunia Barat akan
mencari solusi untuk menghadapi permasalahannya di dunia Timur yang disebut
olehnya "kembali ke Timur" dalam karyanya. Sebeneranya, bagaimana
khazanah pemikiran dunia Timur, yang membuat manusia di Barat membutuhkannya
untuk menghadapi permasalahan mereka?
Berbeda dengan pemikiran Barat, pemikiran
Timur memiliki ciri khas yaitu diterima begitu saja oleh para pengikutnya
(layaknya agama) tanpa harus dipikirkan secara kritis. Pemikiran Timur lebih
sering untuk ditafsirkan, dipahami, lalu diimplementasikannya kedalam kehidupan.
Hal tersbut bukan berarti pemikiran Timur tidak memakai rasio dalam
penerapannya, pemikiran Timur menganggap rasio sudah terlewati dan fokus
utamanya pada hati yang menekankan sisi spiritualitas manusia.
Khazanah pemikiran Timur juga menekankan
kedamaian jiwa dan intelek, keharmonisan, adaptif, serta sifatnya yang
universal. Hal tersebut merupakan hasil dari terpenuhinya sisi spiritualitas
manusia, dimana yang menjadi perhatian adalah perilaku manusia itu sendiri.
Dengan memahami bahwa ilmu adalah usaha yang dapat mengontrol perilaku dari
hawa nafsu, manusia dapat memiliki kedamaian jiwa dan mengimbas pada lingkungan
sekitar serta dunia sosialnya.
Seperti yang kita tahu bahwa peradaban
Barat menekankan manusia sebagai subjek utama untuk menguasai alam. Berbeda
dengan pemikiran Timur yang menganggap bahwa alam adalah teman mereka atau
sebenarnya manusia dan alam adalah satu kesatuan. Dalam pemikiran Timur juga
dapat kita temui pada pemikir seperti Seyyed Hossein Nasr, Rene Guenon, Martin
Lings, Frithof Schuon, Marco Pallis, dan masih banyak lagi. Para pemikir
tersebut menekankan pentingnya pengetahuan yang suci dan sakral yaitu
pengetahuan spiritualitas.
Yang menjadi permasalahan utama manusia di
era modern di Barat adalah kurangnya pengetahuan spiritualitas mereka. Akibat
yang terjadi adalah mereka banyak yang kehilangan tujuan, nilai, dan makna
hidupnya, karena semata-mata yang terjadi adalah mereka selalu mengedepankan
prinsip rasio-empiris. Sehingga pengetahuan spiritual yang bersifat metafisik
pada manusia dianggap tidak masuk akal.
Yang menjadi kewaspadaan utama masyarakat
dunia Timur saat ini adalah segala aspek pada kehidupan manusia hari ini
mengalami perubahan "menuju" model Barat. Seperti yang kita lihat
bahwa pendidikan pada hari ini menekankan pada ranah saintifik, selanjutnya
juga sebagian masyarakat beragama hanya meletakkan identitas atau formalitas
diri mereka saja, tanpa mengetahui makna dalam beragama dan ritual mereka,
kerusakan alam akibat ulah tangan manusia dan masih banyak lagi.
Jika kita melakukan yang seperti itu
secara terus menerus, yang ada kita akan menemukan krisis spiritual layaknya
peradaban Barat. Kita harus "melek" bahwa kita sebagai masyarakat
dunia Timur ternyata memiliki kekayaan pengetahuan yang dapat menjadi penyeimbang
dunia. Dalam Islam misalnya, dapat kita temui pada gerakan-gerakan sufisme yang
ajarannya menekankan pada aspek batiniah manusia. Pengetahuan akan upaya
menemukan makna (spiritualitas) di Timur ini akhirnya menjadi obat bagi
orang-orang modern di Barat.
Sebenarnya tidak ada masalah kita sebagai
Timur untuk meniru Barat dalam segala aspek, tetapi akan lebih tepat lagi jika
kita menyeleksi bukan langsung menerimanya. Jika kita tidak menyeleksinya,
bias-bias kehidupan orang Barat akan terjadi pada diri kita baik itu disadari
ataupun tidak. Sebagai upaya penyeleksian, dapat kita lihat berbagai upaya
untuk mengintegrasikan, mendialogkan, dan meyesuaikan antara keduanya dalam
berbagai aspek.
Berbicara tentang integrasi, lebih jauh
kita akan mengenal istilah "New Age Movement" yang digambarkan
dengan gerakan-gerakan spiritualitas gabungan dari dunia Timur dan Barat yang
terbentuk pada pertengahan abad ke-20. New Age Movement ini memusatkan
keseimbangan antara pemikiran Barat dan Timur dan fokus pada gerakan spiritualitas
untuk menghadapi segala permasalahan di era saat ini. Bagaimanapun juga
pengetahuan spritualitas sangatlah penting, karena hal tersebut dapat menuntun
manusia pada nilai, makna, dan ketenangan dalam kehidupan.
Dengan kita mempelajari khazanah pemikiran
dunia Timur, kita akan menyadari bahwa sesungguhnya kita sebagai masyarakat
dunia Timur memiliki kekayaan intelektual yang memiliki manfaat besar. Meskipun
arah budaya kita mengarah kepada Barat, namun kita tidak boleh melupakan
"diri kita" sebagai masyarakat Timur, seperti halnya peribahasa yang
sangat popular "Dimana bumi dipijak, disitu langit dijunjung".
Kita juga harus lebih menekankan diri pada aspek
spiritualitas kita dan tidak hanya semata-mata mengedepankan akal sebagai alat
dalam kehidupan. Spiritualitas dapat kita asah misalnya dengan beribadah dan
berperilaku dengan baik kepada sesama. Harapannya dengan membaca memahami garis
besar pemikiran Timur, kita dapat menyadari pentingnya pengetahuan
spiritualitas, menggunakan akal dan hati dengan bijaksana, serta bangga pada
diri sendiri menjadi orang-orang Timur.
Tags
Opini