Oleh: Zainul Furqon
Setelah
magrib malam Ahad pertengahan Rajab tahun 849 H, di kota Kairo lahir seorang
bayi laki-laki di antara tumpukan kitab. Saat itu ibunya akan mengambilkan
kitab untuk suaminya yang sangat mencintai ilmu. Dialah calon mujaddid abad 900
Hijriyah, Syaikh al-‘Allamah al-Hafidz Abul Fadl Jalaluddin Abdurrahman bin Abu
Bakar As-Suyuthi As-Syafi`i.
Di
usia yang belum mencapai delapan tahun, beliau sudah hafal al-Qur’an, kitab ‘Umdatul
Ahkam, Minhaj al-Nawawi, Alfiyah Ibn Malik, dan Minhaj al-Baidlawi.
Kecerdasan dan kegigihannya dalam menuntut ilmu kepada para ulama-ulama besar
pada saat itu mengantarkan dirinya menjadi ulama yang ahli dalam segala cabang
ilmu tafsir, hadis, fikih, nahwu, dan balaghah. Keluasan ilmunya dalam bidang
tersebut (kecuali fikih) tidak dapat dicapai oleh ulama yang sezaman, bahkan
oleh guru-gurunya sendiri.
Bukti
keluasan ilmunya adalah karya-karyanya yang mencapai lebih dari 600 judul kitab
dan beliau diangkat menjadi pemimpin ulama di berbagai tempat. Tampaknya doa
yang beliau ucapkan saat meminum air Zam-Zam ketika melakukan ibadah haji pada
tahun 869 H, dikabulkan oleh Allah. Dalam doa itu, beliau berharap keluasan ilmu
fikih mencapai derajatnya Syaikh Sirajuddin al-Bulqini dan dalam ilmu hadis
mencapai derajat al-Hafidz Ibn Hajar Al-‘Asqalani.
Tidak
heran jika dalam kitabnya yakni al-Tahadduth
bi Ni`matillah beliau berkata:
“Adapun derajat ijtihad, maka sungguh aku telah mencapainya. Segala puji bagi
Allah atas anugerah-Nya, yaitu derajat ijtihad mutlak dalam hukum-hukum
syar`iyah, hadis nabawi dan lughah al-'arabiyah. Derajat ijtihad dalam tiga
cabang ilmu ini ada pada Syaikh Taqiyuddin As-Subki, dan derajat itu tidak
mampu dicapai oleh ulama sesudah beliau, kecuali aku”.
Pengakuan
beliau atas pencapaiannya pada derajat ijtihad ini mendapat banyak sanggahan
dan penolakan dari ulama pada zamannya. Perang intelektual pun tidak dapat
dihindarkan, baik melalui diskusi, dialog, dan karya-karya tulis. Namun,
keluasan ilmu yang beliau miliki menjadikannya selalu berada di atas
lawan-lawannya. Semua sanggahan terhadap beliau, ia jawab dengan sangat baik.
Di
akhir hayat, beliau berzuhud dan memutus hubungan dengan makhluk untuk
beribadah kepada Allah di Raudlah. Beliau dianugerahi banyak karomah, terutama
terjadi saat sesudah beliau wafat.
Syaikh Zakariya bin Muhammad al-Mahalli ketika mengadukan masalah penting kepada Imam As-Suyuthi, pengarang kitab al-Durr al-Manthur ini memperlihatkan kepada Syaikh Zakariya sebuah tulisan yang menceritakan bahwa beliau pernah berkumpul bersama Rasulullah dalam keadaan sadar sebanyak 70 kali. Imam Zakariya berkata: “Jika ada orang mencapai derajat seperti ini, maka ia tidak membutuhkan pertolongan dan bantuan dari siapapun”.
Diceritakan
bahwa imam As-Suyuthi pernah bermimpi
berada di hadapan Rasulullah. Beliau menuturkan kepada Rasulullah tentang kitab
yang akan beliau karang dalam bidang hadis, yaitu kitab Jam`ul Jawami`.
Beliau berkata kepada Rasulullah: “Aku akan membacakan kepada engkau bagian
dari kitab itu”. Rasulullah bersabda: Datangkanlah kepadaku, wahai Syaikhul
Hadis!”. Tentang mimpi ini, imam as-Suyuthi mengatakan: “Inilah kebahagiaan
besar menurutku, yang lebih agung dari pada dunia dan seisinya”.
Wallahu A`lam bi al-Shawab.
Tags
Opini