Oleh: Naufal Robbiqis Dwi Asta
Kehidupan dapat dikatakan sebagai perjalanan
atau proses dari manusia di dunia yang tidak terlepas dari ruang dan waktu.
Pandangan dari setiap individu mengartikan kehidupan sangatlah beragam. Ada
yang mengartikan kehidupan adalah penderitaan dan ada yang mengartikan
kehidupan sebagai kebahagiaan. Pemberian makna terhadap kehidupan dari setiap
individu berangkat dari pengalaman dan pengetahuan mereka terhadap kehidupannya
masing-masing.
Seperti halnya Albert Camus, filsuf
eksistensialisme yang berasal dari Prancis ini berpendapat bahwa hidup adalah
absurd atau tidak jelas. Hal tersebut berangkat dari pemahamannya untuk memahami
kehidupannya dan mengamati beberapa permasalahan kehidupan orang lain seperti
terjadinya bunuh diri serta tidak ditemukannya pandangan tentang makna
kehidupan yang umum dimilki semua manusia.
Baginya, kepastian
pengetahuan yang diwujudkan dalam sains juga tidak mampu menjelaskan dunia. Setiap upaya
dan hasil dari sains akan berakhir dengan abstraksi dan kesia-siaan. Meskipun
banyak manusia yang berbicara secara rasional, namun jika dipahami secara
mendalam kehidupan manusia sebenarnya bersifat irasional.
Garis besar pandangan filsafat Albert Camus
tentang absurdnya kehidupan dipengaruhi oleh beberapa filsuf modern seperti
Karl Marx, Kierkegaard, dan Nietzsche serta berangkat dari pertanyaannya
tentang apakah pengakuan dan pemahaman terhadap kehidupan yang absurd dan
sia-sia ini membutuhkan adanya bunuh diri ?.
Dari pengamatan dan renungannya terhadap
permasalahan tersebut, Camus menolak dengan keras kejadian bunuh diri yang
merupakan penyerahan secara total eksistensi manusia terhadap absurditas kehidupan.
Menurutnya, kehidupan adalah perjalanan manusia yang bergerak menuju kematian diiringi
dengan penuh ketidakjelasan dan kesia-siaan yang akan terus menyiksa manusia.
Albert Camus memberikan solusi untuk menolak
bunuh diri yang datang dari kesadaran absurd dengan melawan secara konstan
absurditas kehidupan ini. Dia menganjurkan manusia untuk melakukan
“pemberontakan” total untuk melawan yang absurd meskipun manusia tidak memiliki harapan yang pasti
pada kemenangan akhir melawannya.
Pemberontakan total berangkat dari kesadaran
kita terhadap kehidupan manusia di dunia yang memang sifatnya tidak masuk akal,
tidak jelas, dan penuh kesia-siaan, setidaknya kita memiliki kebebasan untuk
memberikan makna-makna dalam kehidupan kita. Kebebasan memaknai kehidupan
tersebut merupakan sifat unik dari manusia, karena manusia merupakan
satu-satunya makhluk yang bersikeras memiliki makna.
Karena kita mengetahui hidup itu tidak jelas,
maka memberi makna sendiri dalam kehidupan adalah pertahanan yang baik dalam
melawan absurditas hidup. Seringkali kita menemukan fenomena individu yang
sedang bunuh diri disebabkan oleh sakit hati misalnya.
Hal tersebut adalah gambaran kurangnya
pemahaman mereka bahwa kehidupan ini memang tidak jelas. Jika mereka memilih
melompat kepada perilaku bunuh diri, sama saja mereka telah kalah dalam proses
menakhlukkan kehidupannya. Banyak hal yang lebih baik dilakukan dari pada
mereka bunuh diri. Misalnya dapat menganggap itu sebagai pengalaman buruk
mereka dan akan memperbaiki diri agar tidak terjadi hal yang seperti itu lagi.
Lebih jauh Albert Camus memberikan sepatah
kata yang berbunyi “Haruskah aku bunuh
diri, atau minum secangkir kopi ?”. Quotes berbentuk pertanyaan tersebut
memiliki makna di dalamnya yaitu: haruskah kita bunuh diri atau memilih untuk
menikmati kehidupan dengan segala problematikanya.
Pandangan filsafat Albert Camus ini mengajak
kita untuk menikmati kehidupan yang tidak jelas ini dengan memberi makna
sendiri terhadapnya. Kita memiliki kebebasan untuk memberikan makna dari
kehidupan kita dari pada memilih untuk melakukan bunuh diri. Kesadaran Albert
Camus ini dapat kita gunakan untuk mengingatkan diri kita dan orang lain untuk
senantiasa menikmati hidup walaupun sifatnya yang begitu absurd.