Oleh: Alfina Ni’matul Kasanah
Sing
sapa mikani anane pangeran, kalebu urip kang sempurna (barang siapa yang
mengakui akan adanya Tuhan , maka tergolong orang yang sempurna hidupnya).
Konsepsi Tuhan dalam sufisme jawa menjadi salah satu konsep kebatinan Islam
yang mengakar pada masyarakat Jawa, yang
merupakan sebuah perpaduan antara
unsur mistik kejawen yang disesuaikan dengan unsur sufisme Islam yang
bertujuan agar selaras dengan ajaran al-Qur’an dan sunnah.
Ajaran
sufisme Jawa merupakan salah satu konsep kebatinan Islam yang ada di Jawa. Inti
dari ajaran ini yaitu suatu kepercayaan bahwa manusia dapat menjalin hubungan
dengan Tuhannya, sehingga ajaran ini melahirkan sufi Jawa yang memiliki ilmu-ilmu
ghaib dan disebut sebagai wali Allah. Spiritual Jawa juga membawa masyarakat
daerah Jawa menciptakan keunikan serta keselarasan yang menghadirkan berbagai
umat manusia dari latar belakang agama yang berbeda-beda bermigrasi ke pulau Jawa.
Sebagaimana juga para sufi yang telah menyebarkan agama Islam di pulau Jawa
dengan keunikannya masing-masing.
Walisongo
atau yang dikenal sebagai penyebar Islam di Nusantara terutama di Jawa merupakan
tokoh atau kiai yang terkenal sebagai ulama sufi. Mengapa
walisongo disebut anggota taerakat sufi? Karena walisongo termasuk wali Allah
dan wali Allah itu adalah seorang terpilih dari orang-orang sufi. Istilah sufi pada walisongo baru dikenal belakangan
ini, karena dalam konotasi bahasa Indonesia antara “sufi” dan “wali’ itu sama.
Pendekatan
yang dilakukan oleh para walisongo bukan pendekatan formalistik syariah,
melainkan lebih ke nilai dan ajaran Islam melalui keteladanannya. Hal itulah
yang menjadikan walisongo sejalan dengan al-Ghazali yang menyatakan bahwa hakikat tasawuf adalah ilmu dan amal yang menghasilkan
tindakan terpuji. Penyebaran Islam di Indonesia telah diseimbangkan oleh al-Ghazali
dengan menyeimbangkan antara hakikat dan syariat, tetapi walisongo tidak
langsung setuju dengan memasukkan syariat dan hakikat, melainkan memasukkannya ke
dalam adat istiadat masyarakat. Ajaran sufisme yang mengesankan dari walisongo
dan bersumber dari kitab Ihya’ ‘Ulum al-Din karya al-Ghazali.
Contoh dari penyebaran Islam di Indonesia yang dilakukan oleh
walisongo adalah dapat terlihat dari karya para muridnya atau yang biasa
dikenal dengan suluk. Misalnya yang ada di pesantren Raden Fatah yang
pengajaran ilmu-ilmu keislamannya hanya berkisar pada ajaran tasawuf para sunan
dengan melihat rujukan utama dari kitab Suluk Sunan atau hasil dari tulisan
wali. Dalam kitab tersebut dijelaskan bahwa orang shaleh yang melakukan latihan
spiritualnya (riyadlah) dan pengendalian hawa nafsu (mujahadah) sebagai proses
pembersihan hati dan mendekatkan diri kepada Allah.
Jadi penyebaran Islam dalam konsepsi walisongo, bisa kita
tiru karena penyebaran Islam tidak hanya memandang dari konsep syariat saja,
namun kita harus mencocoki pada lingkungan di sekitar kita.