Oleh: Mochammad Faiz Nur Ilham
Overthingking
selama ini lebih akrab disebut sebagai penyakit manusia modern. Itu tidak
salah. Karena faktanya, istilah overthingking berdengung keras beberapa tahun
belakangan, lantaran sering di-mention di dalam media sosial untuk
menyebut keadaan seseorang yang terlalu memikirkan suatu hal secara berlebihan.
Jika kita merujuk pada definisi itu, sebenarnya kondisi psikologis ini sudah
ada sejak lama, hanya saja baru viral.
Nyatanya,
kondisi overthingking juga pernah dialami salah seorang sahabat nabi
bernama Handholah al-Usayyidi. Tapi tunggu dulu! jangan berpikir bahwa konteks overthingking
Handholah ini sama dengan yang dialami manusia modern pada umumnya, yang overthingking
gara-gara dicuekin pasangan, cemburu buta, hingga chat Whatsapp
di-read doang, dan hal-hal receh lainnya. Sungguh berbeda.
Kisah ini
tercantum di dalam kitab Shahih Muslim, pada bab “Keutamaan mengistiqomahkan
mengingat dan berfikir tentang urusan akhirat, dan mawas diri, halaman 810.
Awal kisah, Handholah
curhat dengan Abu Bakar RA, ia bercerita suatu ketika ia menghadiri majlis
pengajian yang diasuh oleh Rasulullah SAW. Di situ ia mendapatkan banyak sekali
pelajaran yang membuat kadar keimanannya menebal. Apalagi saat itu Rasulullah
berkisah tentang neraka dan surga, bahkan ia mengaku merasa seakan-akan neraka
dan surga ada di hadapannya berkat penjelasan nabi. Tentu saja,
keterangan-keterangan yang diberikan Rasulullah tersebut membuat keimanannya strong.
Namun, keadaan
itu berubah ketika ia keluar dari majlis pulang bertemu dengan keluarganya, sibuk
dengan istrinya, bercanda tawa dengan anak-anaknya. Ia merasa imannya terkikis,
tak seperti saat di pengajian. Hal tersebut membuatnya overthingking
dengan keadaannya. Bahkan ia telah menganggap dirinya telah munafiq karna hal
tersebut.
Barangkali Handholah curhat pada Abu Bakar RA
berharap mendapat jawaban solutif darinya. Mujur tak dapat diraih, malang tak
dapat ditolak, ternyata Abu Bakar juga bernasib sama, ia merasakan apa yang
juga dirasakan oleh Handholah. Karena memiliki latarbelakang yang sama, akhirnya
keduanya sepakat pergi menemui Rasulullah SAW. Saat telah menghadap Rasulullah
SAW Kemudian Handholah berkata pada Rasulullah:
“Handholah telah munafiq Ya
Rasulallah!” tutur Handholah membuka perbincangan,
“ apa maksudmu ?”
“ ya Rasulallah, ketika saya berada
di dekatmu, engkau ceritakan pada kami tentang neraka dan surga, bahkan
seakan-akan kami melihatnya di hadapan kami. Namun ketika kami berpisah darimu;
sibuk dengan istri kami, bercanda tawa dengan anak-anak kami, kami seakan lupa
dengan apa yang telah engkau nasihatkan kepada kami”, tutur handholah.
Setelah
mendapat keterangan dari Handholah tersebut, alih-alih menjawab dengan penuh keseriusan,
nabi malah menjawab curhatan Handholah dengan selingan joke
“ wahai Handholah! Semua itu ada saatnya
sendiri-sendiri (ada waktu serius, ada waktu bercanda), andai kamu bisa selalu
ingat dengan urusan akhirat tanpa lupa sedikitpun, niscaya malaikat pun akan sungkem
kepadamu, dan akan mengucapkan salam setiap bertemu denganmu di jalan”