Hasan Al-Banna, Ikhwanul Muslimin, dan Gagasan Khilafah Islam


Oleh: Ahmad Fariza Abdullah

Adalah Hasan al-Banna atau bernama lengkap Hasan Ahmad Abdurrahman al-Banna (1324-1368 H/1906-1949 M), ia merupakan salah seorang pembaharu Islam abad 20 paling fenomenal abad 20. Ia lahir di distrik Mahmudiyah provinsi al-Buhaira dan umbuh di lingkungan keluarga yang taat beragama dalam didikan Ayahnya yang merupakan seorang tokoh agama yang alim, bernama Syekh Ahmad Abdurrahman al-Banna.

Setelah mendapat didikan dari ayahnya sendiri, selanjutnya al-Banna kecil menimba ilmu di madrasah al-Rasyad al-Diniyah. Di sana ia mendapatkan bimbingan tahfiz Al-Qur’an dari Syekh Muhammad Zahran. Lalu ketika ia beranjak remaja, ia melanjutkan pendidikannya ke Damanhur tepatnya di Madrasah al-Mu’allimin al-Awwaliyyah. Hingga kemudian ia menempuh pendidikan tinggi di Fakultas Dar al-‘Ulum Universitas Kairo, dan lulus pada tahun 1927.

Layaknya peribahasa “kacang tidak jauh dari kulitnya”, Hasan tumbuh menjadi sosok yang berpengetahuan luas. Terlebih, saat di Kairo ia hampir tidak pernah absen mengunjungi perpustakaan Salafiyah dan mengikuti seminar-seminar ulama al-Azhar. Kepiawaiannya dalam berpidato ia aplikasikan dengan cara mengadakan pelatihan khutbah dan dakwah yang diikuti oleh mahasiswa-mahasiswa Kairo.

Hasan al-Banna Mendirikan Ikhwanul Muslimin

Setelah menjadi sarjana, Hasan al-Banna menggagas sebuah gerakan dakwah dari 'warkop' satu ke 'warkop' yang lain. Hal ini ia lakukan sembari mengabdikan dirinya menjadi seorang pengajar di salah satu sekolah yang terletak di Ismailiyah, Mesir. Hingga akhirnya terdapat enam orang yang merasa terilhami oleh pengajian-pengajian Hasan al-Banna, mereka adalah Hafidz Abdul Hamid, Ahmad al-Hashari, Fuad Ibrahim, Abdurrahman Hasbullah, Ismail Izz, dan Zaki al-Maghribi.

Keenam orang tersebut kemudian mendatangi Hasan al-Banna dan menyampaikan segala keresahannya. Dengan disertai rasa senasib dan seperjuangan, mereka melakukan sumpah setia untuk saling bersaudara, mengabdi untuk Islam, dan berjuang di jalan Allah. Sehingga aliansi ini diberi nama al-Ikhwan al-Muslimun (Inggris: Muslim Brotherhood) yang kemudian lebih familiar dikenal dengan nama Ikhwanul Muslimin. Dan secara resmi organisasi ini berdiri pada bulan Maret 1928 di Ismailiyah, Mesir.

Pada masa awal perjuangannya, Ikhwanul Muslimin dinilai kurang efektif dalam mewujudkan visi dan misinya dalam mendakwahkan Islam. Sehingga Hasan al-Banna mengubah Ikhwanul Muslimin menjadi sebuah organisasi pergerakan politik. Setelah bertransformasi menjadi organisasi politik, Ikhwanul Muslimin terlibat pergolakan politik yang begitu panas dengan menentang penjajahan Inggris dan zionisme Israel. Ambisi politiknya semakin membara kala mendambakan khilafah Islam di Mesir.

Di masa selanjutnya, Ikhwanul Muslimin terstruktur menjadi beberapa tingkatan. Tingkatan I terdiri dari anggota pendukung, dan tingkatan II terdiri dari anggota aktif. Hanya anggota aktif yang diperkenankan menghadiri majlis-majlis yang dipimpin langsung oleh Hasan al-Banna. Dan pada setiap pertemuan, seluruh anggota wajib memperbarui ikrar sumpah setia mereka dengan sendiko dawuh.

Dalam perkembangan selanjutnya, Ikhwanul Muslimin terpecah menjadi dua kelompok. Pertama, golongan Kanan yang cenderung lebih moderat dan pro pemerintahan. Sedangkan kedua, golongan Kiri yang cenderung ekstrem (radikal). Namun keduanya tetap memiliki landasan yang sama berupa lima pilar, yaitu Allah tujuan kami, Rasulullah teladan hidup kami, Al-Qur’an UUD kami, jihad adalah jalan perjuangan kami, serta syahid di jalan Allah setinggi-tinggi cita-cita kami.

Gagasan Khilafah Islam Hasan al-Banna

Kekaguman Hasan al-Banna terhadap Rasyid Ridha ternyata melahirkan sebuah inspirasi untuk mendirikan khilafah Islam. Di samping itu, Hasan pun berkeinginan agar umat Islam dapat menjalankan agamanya secara kāffah (utuh atau sempurna). Hal ini dapat dipahami dari statement yang disampaikan oleh Hasan al-Banna, “Islam adalah akidah dan ibadah, negara dan kewarganegaraan, toleransi dan kekuatan, moral dan material, peradaban dan perundang-undangan.”

Gagasan khilafah Islam Hasan al-Banna tidak jauh berbeda dengan Rasyid Ridha yang sama-sama mengusung konsep ‘keraton Islam sejagat tanpa batas teritori’. Namun, Hasan tidak mengharuskan ulama berperan menjadi seorang khalifah. Akan tetapi ulama hanya bertugas mendampingi khalifah terpilih, sebagai penasihat agung. Selanjutnya, terkait bentuk pemerintahan tidak terpaku pada satu bentuk saja, melainkan dapat berupa republik, kesultanan, dan sebagainya.

Seiring perkembangan zaman, gagasan khilafah Islam Hasan al-Banna tetap eksis diperjuangkan dan diusubg oleh kelompok Ikhwanul Muslimin. Sampai-sampai di setiap negara seantero dunia terdapat kelompok-kelompok yang dibekali misi penegakan khilafah Islam. Hal ini guna mewujudkan khilafah Islam yang ideal di masa sekarang berupa Perserikatan Bangsa-Bangsa Islam (PBBI), sebagaimana yang disampaikan oleh salah satu tokoh Ikhwanul Muslimin, Yusuf Qardhawi.

Referensi
Ahdar dan Musyarif. Pendidikan Islam Ikhwanul Al-Muslimin (Telaah Pemikiran Hasan al-Banna), t.k, t.p, t.t.
Azhimah. “Pengaruh Pemikiran Politik Hasan Al-Banna terhadap Ideologi Partai Ikhwanul Muslimin Di Mesir.” Tesis, Universitas Islam Negeri Sumatera Utara, 2019.
Dewi, Rusmala. “Pemikiran Politik Hasan Al-Banna.” Nurani: Jurnal Kajian Syari’ah dan Masyarakat 15, no. 2 (September 17, 2015): 75–88.
Hufron, Ahmad., dan Muhammad Azka Maulana. “Revitalisasi Pendidikan Islam: Tinjauan Pemikiran Hasan Al Banna.” Jurnal Basicedu 6, no. 1 (Desember 1, 2021): 66–77.
Khoiriyah, Nuriana. “Konsep Khilafah Islamiyyah Gerakan Ikhwanul Muslimin Menurut Pemikiran Hasan Al-Banna (1906-1949 M).” Skripsi, Universitas Sebelas Maret, 2016.
Zaeny, A. “Hasan Al Banna dan Strategi Perjuangannya.” Al-Adyan: Jurnal Studi Lintas Agama 6, no. 2 (Desember 31, 2011): 135–146.
Previous Post Next Post

Contact Form