Di Balik Muslim Yang Taat Ada Iman Yang Kuat


Oleh: Fachrul Dedy Firmansyah

Ada sebab, ada akibat. Begitulah perumpaan yang akseptebel bagi tulisan ini. Menjadi Muslim, bukanlah sebuah Qadarullah yang bisa ditanggapi dengan main-main. Ada Hukum absolut yang harus ditunaikan jika ingin menempatkan diri sebagai Muslim yang taat. Maka dari itu, Keimanan adalah hal mendasar yang mampu menerbangkan kita menuju sebuah keniscayaan tersebut. Lantas, bagaimana korelasi antara Muslim dan Iman?

HAKIKAT ISLAM BAGI SEORANG MUSLIM

Sejak dini, seseorang yang lahir sebagai muslim tidak pernah luput dari suapan pengetahuan tentang Islam. Tetapi, suapan-suapan itu terkadang menjadi bias dalam proses seorang muslim menjadi dewasa. Ada yang mencapai usia baligh­-nya dengan keislaman yang semakin matang, ada juga yang justru lupa dengan keislamannya sekalipun ia tetap beragama Islam. Maka timbullah pertanyaan, bagaimana sebenarnya kadar seseorang bisa dikatakan Muslim yang hakiki?

Malaikat Jibril pernah bertanya kepada Rasulullah SAW, “Apa yang dimaksud Islam?”, kemudian Rasulullah SAW menjawab:

اَلإِسْلاَمُ: أَنْ تَشْهَدَ أَنْ لاَإِ لَهَ إِلاَّ اللهُ وَ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ, وَتُقِيْمُ الصَّلاَةَ, وَتُؤْتِيَ الزَّكَاةَ, وَتَصُوْمَ رَمَضَانَ, وَتَحُجَّ الْبَيْتَ الْحَرَام

Artinya: “Islam (adalah) Engkau bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah, dan Nabi Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan Sholat, menunaikan Zakat, berpuasa di bulan Ramadhan, dan menunaikan haji ke Baitul Haram.” (HR. Muslim)

Dari sabda Rasulullah tersebut, dapat kita simpulkan bahwa hakikat seorang Muslim adalah seseorang yang menjalankan perintah-perintah yang ada di dalam hadits tersebut, atau yang biasa dikenal dengan Rukun Islam. Maka, jika seseorang mengaku memeluk agama Islam dan merasa taat kepada Allah tetapi tidak menjalankan Rukun Islam, maka keislamannya gugur dan bukan lagi seorang Muslim.

HAKIKAT IMAN BAGI SEORANG MUKMIN

Para Filosof banyak sekali yang membicarakan tentang hal yang bersifat metafisik, misalnya Tuhan. Dalam hal ini contohnya seorang Filosof Islam, al-Kindi berpendapat bahwa:
Tuhan (Allah) adalah wujud yang Haq (benar), yang bukan asalnya tidak ada, kemudian ada. Ia mustahil tidak ada. Ia selalu ada dan akan selalu ada. Oleh karenanya, Tuhan adalah wujud sempurna yang tidak didahului wujud lain, tidak berakhir wujud-Nya dan tidak ada wujud kecuali dengan-Nya.

Dalam pendapat al-Kindi tersebut, bukankah kita melihat sebuah keyakinan yang sangat kuat? Bagaimana ia seyakin itu bahwa Tuhan (Allah) itu ada, sedangkan Wujud Fisik-Nya tak pernah bercengkrama dengannya? lalu, Apa sebenarnya Iman itu?

Jawabannya adalah Iman. Imanlah yang membuat al-Kindi yakin bahwa Allah itu ada dengan menganalisa segala yang ada di alam semesta dengan pemikirannya. Allah SWT, berfirman:
اِنَّ رَبَّكُمُ اللّٰهُ الَّذِيْ خَلَقَ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ فِيْ سِتَّةِ اَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوٰى عَلَى الْعَرْشِۗ يُغْشِى الَّيْلَ النَّهَارَ يَطْلُبُهٗ حَثِيْثًاۙ وَّالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ وَالنُّجُوْمَ مُسَخَّرٰتٍۢ بِاَمْرِهٖٓ ۙاَلَا لَهُ الْخَلْقُ وَالْاَمْرُۗ تَبٰرَكَ اللّٰهُ رَبُّ الْعٰلَمِيْنَ

Artinya: “Sesungguhnya Rabb-mu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas ‘Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan, dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha penuh berkah Allah, Rabb semesta alam.” (QS. Al-A’raf: 54)

Malaikat Jibril juga pernah bertanya kepada Rasulullah SAW, “Apa yang dimaksud Iman?” kemudian Rasulullah SAW menjawab:
الْإِيْمَانُ: أَنْ تُؤْمِنَ بِاللهِ، وَمَلَائِكَتِهِ، وَكُتُبِهِ، وَرُسُلِهِ، وَالْيَوْمِ الْآخِرِ، وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ

Artinya: “Iman adalah engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya, Hari akhir, dan beriman kepada ketetapan Allah yang baik dan buruk.” (HR. Muslim)

Maka, tidaklah beriman seseorang jika tidak mengindahkan sabda Rasulullah SAW tersebut. Seseorang bisa dikatakan beriman (Mukmin) ketika mampu menunaikan apa yang diungkapkan Rasulullah kepada Malaikat Jibril tersebut, atau yang kita kenal dengan Rukun Iman.

HUBUNGAN KEDUANYA

Jika kita telaah lebih detail, maka akan kita temukan perbedaan antara Islam (Muslim) dan Iman (Mukmin). Dari sabda Rasulullah di atas, dapat ditangkap bahwa Islam berhubungan dengan lahiriyah, sedangkan Iman erat kaitannya dengan bathiniyah. Dari perbedaan tersebut, apakah ada hubungannya?

Allah SWT berfirman:
قَالَتِ الْاَعْرَابُ اٰمَنَّا ۗ قُلْ لَّمْ تُؤْمِنُوْا وَلٰكِنْ قُوْلُوْٓا اَسْلَمْنَا وَلَمَّا يَدْخُلِ الْاِيْمَانُ فِيْ قُلُوْبِكُمْ ۗوَاِنْ تُطِيْعُوا اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ لَا يَلِتْكُمْ مِّنْ اَعْمَالِكُمْ شَيْـًٔا ۗاِنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ

Artinya: “Orang-orang arab Badui itu berkata, “Kami telah beriman”. Katakanlah, “Kamu belum beriman”, tapi katakanlah, “Kami telah tunduk (Islam)”. Karena Iman itu belum masuk ke dalam hatimu. Dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-nya, dia tidak akan mengurangi sedikitpun pahala amalanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Hujurat: 14)

Dari ayat tersebut, bisa di simpulkan bahwa seseorang yang Islam belum tentu Iman, dan Iman lebih tinggi maqam (tingkatan) nya daripada Islam.
Rasulullah SAW bersabda:
الإيمانُ مَعْرِفَةٌ بالقَلْبِ، وَقَوْلٌ بِاللِّسَانِ، وعَمَلٌ بالأَرْكَانِ

Artinya: “Iman adalah diyakini dengan hati, diucapkan dengan lisan, dan diamalkan dengan perbuatan”. (HR. Ibn Majah dan Imam at-Thabrani)

Sedangkan jika merujuk pada hadits tersebut, bisa dipahami bahwa dalam dimensi pengertian Iman juga sudah mencakup aspek lahiriyah (Islam), sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa seseorang yang beriman (Mukmin) juga mencakup Islam (Muslim). Maka, keimanan yang kuat tentu akan mengantarkan seseorang menjadi muslim yang taat.

Wallahu a’lam
Previous Post Next Post

Contact Form