Oleh: Naufa Izzul Ummam
Adalah hal yang lumrah bagi kaum muslimin ketika bersedekah kepada sesama muslim. Bagaimana tidak, jalinan ukhwah atas dasar agama menjadikan mereka selalu siap sedia membagikan sebagian harta mereka kepada saudara sesama muslim yang tidak mampu. Contoh yang dapat dilihat adalah ketika banyak ditemukan open donasi untuk saudara muslim mereka di Palestina maupun Rohingya. Belum lagi banyak ayat yang memerintahkan umat muslim untuk bersedekah.
Namun menjadi suatu pertanyaan, apakah sedekah hanya
boleh diberikan kepada sesama kaum muslim? Bagaimana bilamana sedekah ingin
diberikan kepada mereka yang tidak beragama Islam (non muslim). Untuk menjawab
pertanyaan tersebut dengan kongkrit, kiranya dibutuhkan pembacaan kembali pada
Alquran yang disebut sebagai petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa.
Sabab al-Nuzul Qs. al-Baqarah: 272
Mengenai konteks sedekah kepada non muslim, Alquran
turun menjawab hal ini dengan narasi berikut
لَّیۡسَ عَلَیۡكَ هُدَىٰهُمۡ وَلَـٰكِنَّ ٱللَّهَ
یَهۡدِی مَن یَشَاۤءُۗ وَمَا تُنفِقُوا۟ مِنۡ خَیۡر فَلِأَنفُسِكُمۡۚ وَمَا تُنفِقُونَ إِلَّا ٱبۡتِغَاۤءَ وَجۡهِ ٱللَّهِۚ
وَمَا تُنفِقُوا۟ مِنۡ خَیۡر یُوَفَّ إِلَیۡكُمۡ وَأَنتُمۡ لَا تُظۡلَمُونَ ﴿ ٢٧٢ ﴾
Bukanlah kewajibanmu (Muhammad) menjadikan mereka mendapat petunjuk, tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. Apa pun harta yang kamu infakkan, maka (kebaikannya) untuk dirimu sendiri. Dan janganlah kamu berinfak melainkan karena mencari wajah Allah. Dan apa pun harta yang kamu infakkan, niscaya kamu akan diberi (pahala) secara penuh dan kamu tidak akan dizalimi (dirugikan).
As-Suyuthi dalam Lubab al-Nuqul fi Asbab al-Nuzul memaparkan dua
riwayat mengenai sebab turunnya ayat di atas. Riwayat pertama yang ia kemukakan
berasal dari Ibnu Abbas, mengatakan bahwa dahulu orang-orang muslim enggan
untuk memberikan bagian harta kepada keturunan mereka karena mereka adalah
orang musyrik. Keturunan merekapun kemudian meminta bagian mereka, lantas
mereka diberi keringanan dengan turunnya firman Allah dalam Qs. al-Baqarah:
272.[1]
Riwayat kedua yang ia paparkan juga berasal dari sahabat Ibn ‘Abbas yang
menceritakan bahwasanya dahulu Rasulullah melarang umatnya untuk mengeluarkan
sedekah kecuali kepada sesama muslim. Lantas Qs. al-Baqarah: 272 ini turun,
maka kemudian umat muslim diperintahkan untuk bersedekah kepada setiap orang
yang meminta walaupun bukan dari agama Islam.[2]
Selain dua riwayat yang ditulis oleh As-Suyuthi, sebenarnya masih banyak
riwayat yang menjelaskan tentang sabab al-nuzul dari ayat ini. Namun
walau membawa narasi yang berbeda-beda, kesimpulan yang didapat dari berbagai
riwayat tersebut adalah bolehnya bagi umat muslim untuk bersedekah kepada
non-muslim yang membutuhkan.[3]
Penjelasan
Para Mufasir Mengenai Qs. al-Baqarah: 272
Buya Hamka, seorang mufassir yang dikatakan sebagai mufasir reformis
oleh Mun’im Sirry dengan tegas mengatakan dalam tafsir al-Azhar bahwasanya
sedekah berupa zakat maupun fitrah bukan hanya menjadi hak bagi orang muslim
saja. Orang-orang non-muslim dari kalangan ahl al-kitab dan kaum yang
dikatakan musyrik di zaman rasul juga berhak mendapat sedekah apabila mereka
sedang dalam keadaan tidak mampu. Menurutnya, inilah yang sesuai dengan jiwa
ajaran Islam.[4]
Hasbi as-Shiddiqy lebih dalam menjelaskan maksud dari shadaqah.
Ulama kenamaan asal Aceh ini mengatakan dalam “Tafsir an-Nur” bahwasanya
sedekah adalah suatu amal perbuatan kebajikan untuk membantu kebutuhan hidup
para fakir. Seorang muslim seharusnya memberi bantuan tersebut secara mereta,
tidak hanya melihat seorang fakir dari agamanya. Islam ataupun tidak jika
benar-benar ia membutuhkan maka berikanlah. Lebih lanjut ia mengatakan bahwa ayat
ini mengandung unsur toleransi yang sangat besar.[5]
Qurasih Shihab dalam kesimpulan mengenai penjelasan ayat ini mengatakan
bahwasanya ayat ini menjadi landasan bolehnya seorang muslim bersedekah kepada
golongan fakir dari non muslim. Pendapat yang ia kemukakan diklaim berasal dari
pendapat para ulama. Namun perihal harta dalam pengertian zakat mal, ia memberi
penjelasan lebih lanjut, bahwasanya non muslim tidak berhak menerima zakat mal,
sebab tidak termasuk dalam kriteria orang-orang yang berhak menerima zakat mal.
Dengan gamblang, kriteria ini dapat dilihat dalam Qs. at-Taubah: 60.[6]
Kesimpulan
Dari penjelasan mengenai tafsir Qs. al-Baqarah: 272, dapat diambil kesimpulan,
bahwa umat muslim diperbolehkan untuk memberikan sedekah kepada kalangan non
muslim. Sebab sedekah merupakan bagian dari suatu kebajikan yang tidak terkait
dengan agama seseorang. Seorang muslim, tidak perlu menahan pemberian hartanya
hanya karena berbeda agama dengan seorang yang akan diberi harta. Apabila
memang benar-benar dipastikan orang tersebut sangat membutuhkan, maka bantulah
ia.
Meski begitu, terdapat sesuatu yang perlu diteliti. Yakni terkait dengan
sedekah dalam konteks zakat mal. Sebab non muslim bukanlah orang yang masuk
dalam kriteria yang termaktub dalam Qs. at-Taubah: 60. Mengacu pada apa yang
dikatakan oleh Quraish Shihab, non muslim dalam hal ini (zakat mal) tidak
berhak menerima zakat. Namun hal ini tidak menjadi masalah, toh tidak
semua muslim berhak menerima zakat mal, sebab untuk menerima zakat mal tersebut,
ada kriteria khusus yang perlu dilihat.
Daftar
Rujukan
Amrullah, Abdul
Karim. Tafsir Al-Azhar. Singapura: Pustaka Nasional Pte Ltd
Singapura, n.d.
Ghazali, Abd
Moqsith. Argumen Pluralisme Agama: Membangun Toleransi Berbasis
al-Qur’an Cet. 1. Depok: Kata Kita, 2009.
Shiddiqy, Muhammad
Hasbi as-. Tafsir An-Nur. Semarang: Pustaka Rizqy Putra, 2003.
Shihab, M.
Quriash. Tafsir Al-Misbah. Jakarta: Lantera Hati, 2002.
Syuyuti, Jalaluddin
asy-. Asbabun Nuzul. Jakarta: Pustaka al-Kautsar, n.d
[1] Jalaluddin al-Suyuthi, Asbabun Nuzul (Jakarta: Pustaka
al-Kautsar, n.d.).
86.
[2] Ibid., 87.
[3] Abd Moqsith Ghazali, Argumen Pluralisme Agama: Membangun Toleransi
Berbasis al-Qur’an, Cet. 1 (Depok: Kata Kita, 2009). 289.
[4] Abdul Karim Amrullah, Tafsir Al-Azhar (Singapura: Pustaka
Nasional Pte Ltd Singapura, n.d.). Jil 1. 662.
[5] Muhammad Hasbi as-Shiddiqy, Tafsir An-Nur (Semarang: Pustaka
Rizqy Putra, 2003).
Jil. 1. 485.
[6] M. Quriash Shihab, Tafsir Al-Misbah (Jakarta: Lantera Hati,
2002).
Jil. 1. 565.