Ketika Timur Dipaksakan Berfikir Seperti Barat Bagian II


Oleh: Naufa Izzul Ummam

Artikel ini dibuat untuk melanjutkan pembahasan sebelumnya pada artikel dengan judul yang sama. Tentu, hal ini tidak dilakukan untuk mengkritik buta salah satu pihak dan memuji pihak lain. Sebaliknya, tulisan kali ini penulis niatkan untuk membuka pandangan bahwa banyak pendapat mengenai keabsahan penggunaan metode orientalis dalam mengkaji budaya timur. Barangkali harus disebutkan, pembahasan ini berfokus pada metode penggalian sejarah antara Munim Sirry dengan sikap pro orientalisnya dan Edward Said dengan sikap dismisifnya terhadap penolakan dari sesuatu yang datang dari orientalis.

Sebenarnya pemikiran Munim Sirry tidak hanya berkutat pada kritik deskripsi sejarah dan sanad periwayatan, namun rekonstruksi pemikiran Islam secara keseluruhan. Namun sengaja tulisan kali ini fokus membahas aspek sejarahnya sebab hal ini sangat bersinggungan dengan kritik Edward Said yang telah dipaparkan sebelumnya.

Edward Said dan Munim Sirry

Munim Sirry dalam bukunya Tradisi Intelektual Islam mengatakan bahwa sumbangan yang diberikan oleh para orientalis mengenai metode pengetahuan tidak dapat dilupakan begitu saja dengan meninggalkannya. Permasalahan yang diangkat oleh Edward Said dalam orientalism adalah ketika para orientalis yang Edward tulis masih terkungkung dalam penjara politik dan sumbangan penelitian mereka berguna bagi kepentingan politik bangsa mereka di timur dekat.

Namun apa yang terjadi saat ini tidaklah demikian. Barat saat ini berada dalam tahap keingin tahuan yang tinggi mengenai apa pesan sebenarnya yang terkandung dalam kitab suci kaum muslim dalam berbagai isu. Hal tersebut lantas menjadikan studi Islam di berbagai universitas barat sebagai salah satu program studi terfavorit.

Pendapat ini sebenarnya secara tidak langsung diamini oleh Edward Said dalam bukunya Covering Islam. Menurutnya, tidak semua sarjana barat membuat suatu penelitian dengan niat yang sama seperti para pendahulunya (Edward menyebutnya sebagai Orientalis ortodoks). Mereka terbagi ke dalam tiga golongan, namun artikel ini tidak membahas jauh tentang bagaimana pembagian mereka serta apa saja motif yang melatar belakangi mereka.

Menjadi hal yang menarik untuk dibicarakan adalah bagaimana Mun’im Sirry ingin merekonstruksi proses penggalian sejarah keislaman dengan budaya barat. Metode periwayatan tradisional secara verbal dalam tradisi Islam seolah tidak memiliki keabsahan metodologi. Narasi sejarah dalam tradisi tardisional tersebut lantas ingin diuji dengan metode barat yang dianggap lebih metodis dan dapat dipertanggungjawabkan dengan proses penggalian sejarah berupa teks tertulis dari naskah yang sezaman dengan peristiwa yang hendak dikaji. Tidak salah memang, namun akan sangat sulit melacak sejarah dengan metode yang tidak dikenal baik oleh budaya yang hendak dikaji ini.

Inkonsistensi Mun'im Sirry

Sulitnya melacak sejarah tardisi Arab dengan metode barat terekam dalam suatu kerancuan penggunaan sumber oleh Munim Sirry. Sebagai contoh, ketidaksetujuannya terhadap sumber sejarah klasik. Namun dalam beberapa waktu ia menggunakan sumber tersebut sebagai penguat hipotesisnya. Misalnya Mun'im mengutip cerita dari Ibnu Ishaq yang mengatakan bahwasanya nabi memfatwakan hukuman rajam bagi dua orang Yahudi, sebab Taurat mengatur hukuman rajam bagi mereka yang melakukan perzinahan.

Pendapat Ibnu Ishaq yang ia ambil tersebut sebagai penguat pendapatnya sendiri bahwa hukum rajam sudah ada sebelum al-Quran memerintahkan rajam. Terlepas dari hukuman rajam, yang menjadi pertanyaan sekarang bagaimana mungkin Mun’im mengutip sejarah dari Ibnu Ishaq sedangkan sebelumnya ia meragukannya?

Kemudian sebuah riwayat yang menceritakan bahwasanya Umar Ra. bertanya kepada Nabi Saw: mengapa tidak tidur dikasur empuk? Lantas Rasulullah menjawab, “apakah kamu mengira ini kesultanan? Ini kenabian, bukan kerajaan”. Dengan riwayat tersebut, Mun’im ingin membuktikan bahwa tidak ada tendensi politik kala Rasulullah menyampaikan risalah. Ia  mengutip riwayat tersebut dari Khalid Abu al-Fadhl tanpa mengomentari mutawatir atau tidak.

Namun bukannya sumber dari riwayat tersebut layak dikomentari? Apakah riwayat yang ditulis oleh Khalid Abu al-Fadhl adalah riwayat mutawatir atau tidak? Sebab dari pembacaan penulis, Muim Sirry terlihat sangat skeptis dengan penggunaan riwayat di bawah kualitas mutawatir, meski dikatakan shahih sekalipun.

Memang berdasarkan apa yang Mun'im tulis dibukunya Kontroversi Islam Awal, ia berniat melakukan penelitian dengan cara berfikir barat lalu kemudian diterapkan dalam Islam (sebagai agama yang muncul dari budaya Arab), harapannya agar umat Islam mampu menghadapi badai ujian terdahap agama mereka sebagaimana badai tersebut pernah menimpa umat Yahudi dan Kristiani. Dua Agama tersebut dianggap telah berhasil menghadapi berbagai macam cobaan dari kritik metodologis atau dalam pembahasan doktrin. Dikhawatirkan apabila umat muslim tidak segera berbenah dan berinteraksi dengan keilmuan yang lain, Islam tidak akan mampu menghadapi badai cobaan yang dikatakannya tersebut.

Apakah Harus Dipaksakan?

Barangkali harus diwajarkan apabila Mun'im Sirry masih menggunakan sumber tradisional untuk mengukuhkan pendapatnya walau pada kenyataannya, ia sering mengkritik sumber yang dikutipnya itu. Hal tersebut masih ia lakukan sebab sangat sulit mencari sumber-sumber seperti yang metode barat inginkan. Dapat dikatakan apabila ia hanya membatasi diri dengan menggunakan sumber yang dapat diterima sebagaimana yang ia kemukakan, pendapat-pendapat yang ia ajukan terasa seperti kain dengan penuh sobekan. Tidak lengkap dan banyak bolong di sana sini.

Oleh karena itu sangat sulit kiranya ketika dipaksakan metode barat dalam mengakji timur. Barangkali metode tersebut cocok dengan kondisi tertentu dan tidak dapat diaplikasikan pada situasi yang lain. Toh metode timur yang dikiritik oleh barat punya penilaian ketat, tidak serta merta riwayat nash dapat dishahihkan, perlu diadakan penelitain dengan menggunakan metode jarh wa ta’dil. Metode yang mereka anggap tidak absah sebenarnya memilki keabsahan sendiri di mata akademisi timur.
Previous Post Next Post

Contact Form