Oleh: Abdul Mun’em Choiri
Baru-baru ini bumi Indonesia sempat digegerkan dengan kasus judi online berkedok investasi yang menimbulkan banyak korban. Para korban judi berkedok trading harus menerima kenyataan pahit lantaran uang mereka hangus akibat ditipu para afiliator. Pada akhirnya, mereka kemudian melaporkan ke pihak berwajib lantaran sudah banyak mengalami kerugian akibat hasutan afiliator yang mementingkan kekayaan mereka sendiri. Setidaknya terdapat dua afiliator yang menjadi pelaku judi berkedok trading yang sudah ditetapkan menjadi tersangka dan akan segera menjalani prosesi hukum. Kedua Afiliator tersebut berinisal IK dan DS dari aplikasi trading yang berbeda, yakni Binomo dan Quotex.
Sebelum kasus tersebut menjadi viral, Januari lalu mereka berdua sempat menjadi bagian tamu undangan di 7 Crazy Rich Indonesia yang diadakan oleh TV Indosiar pada Selasa (11/1) lalu. Mereka dinobatkan sebagai 7 orang terkaya yang ada di Indoneisa. Tak hanya itu, sebelum menjadi tersangka, dua afiliator ini tak jarang memamerkan harta kekayaannya di media sosial. Kehidupan yang serba hedonistik, diunggah setiap kali beraktivitas dan membuat kesombongan dirinya menjadi-jadi lantaran sering mendapat pujian netizen.
Tak hanya mereka, banyak juga dari kalangan artis papan atas yang merasa bangga dengan hartanya, diumbar-umbar di media sosial sehingga membuat orang lain merasa minder, terutama anak usia dibawah umur. Mereka meniru perilaku yang tidak patut dicontoh, sehingga banyak kasus anak yang manja kepada orang tuanya akibat terdoktrin gaya hidup hedonistik dan materialistis yang diunggah di media sosial.
Tren pamer kekayaan dan hidup hedonistik menyebabkan terjadinya kesenjangan sosial dalam masyarakat. “Kenapa ayah gak kaya seperti artis-artis di tik tok? kan enak mereka beli apa saja bisa” ucap anak yang masih kecil. Apa boleh buat, kejadiaan ini sungguh miris, dan sudah sepantasnya untuk dihindari. Lebih miris lagi, sudah sering mucul di beranda tik tok remaja-remaja saling menghina satu sama lain. Saling memamerkan cuan dan saling “senggol” antara satu dengan lainnya. Lalu bagaimana Islam memandang kasus flexing ini?
Flexing: Penyakit Hati yang Harus Dihindari
Sangat disayangkan ketika kekayaan sudah menjadi hal yang dibangga-banggakan. Bahkan acap kali tak sadar, kekayaannnya dihasilkan dengan memeras harta orang. Pekerjaan seperti ini sangat tak layak diterapkan, apalagi untuk dipertontonkan dan dipromosikan. Menghalalkan segala cara demi uang merupakan kesalahan yang fatal. Dengan adanya sosial media di era digital ini, akses seseorang untuk mempraktikkan flexing sangatlah flesksibel dan dinamis.
Kasus ini mengingatkan penulis akan sebuah pesan moral dari ayat Al-Qur’an tentang kisah Qarun yang merasa bangga dengan kekayaan hartanya hingga mengakibatkan Allah memberikan azab atas perlakuannya tersebut, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah dalam QS. al-Qasas [28]: 76, berikut:
۞ اِنَّ قَارُوْنَ كَانَ مِنْ قَوْمِ مُوْسٰى فَبَغٰى عَلَيْهِمْ ۖوَاٰتَيْنٰهُ مِنَ الْكُنُوْزِ مَآ اِنَّ مَفَاتِحَهٗ لَتَنُوْۤاُ بِالْعُصْبَةِ اُولِى الْقُوَّةِ اِذْ قَالَ لَهٗ قَوْمُهٗ لَا تَفْرَحْ اِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ الْفَرِحِيْنَ
Artinya: Sesungguhnya Qarun termasuk kaum Musa, tetapi dia berlaku aniaya terhadap mereka. Kami telah menganugerahkan kepadanya perbendaharaan harta yang kunci-kuncinya sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat. (Ingatlah) ketika kaumnya berkata kepadanya, “Janganlah engkau terlalu bangga. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang terlalu membanggakan diri.
Ayat ini sebagai manifestasi bahwa dulu pernah terjadi kasus yang pernah dialami sekarang. Dimana flexing menjadi penyakit hati yang berbahaya di kalangan masyarakat. Diambil dari kisah Qarun itu, kaum Bani Israil merasa iri dengan kekayaan Qarun sehingga mereka ingin sekali sama seperti Qarun. Dan Qarun pun merasa bangga dan memamerkan harta yang dimiliknya, hingga anak kuncinya harus dibuka dengan beberapa orang yang kuat. Konon, pada saat pamer hartanya, dia memakai pakaian mewah beserta membawa harta-harta mewah lainnya.
Selain itu, pada lanjutan ayat tersebut dijelaskan bahwa Qorun merasa sombong karena ilmu yang dimilikinya membuat dirinya kaya raya. Sebab kesombongan itu, Allah menurunkan azab kepada dirinya dan hartanya dengan ditenggelamkannya dirinya dan harta kekayaannya ke dalam perut bumi, sebagaimana disebutkan dalam QS. al-Qasas [28]: 81 berikut:
فَخَسَفْنَا بِهٖ وَبِدَارِهِ الْاَرْضَ ۗفَمَا كَانَ لَهٗ مِنْ فِئَةٍ يَّنْصُرُوْنَهٗ مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ ۖوَمَا كَانَ مِنَ الْمُنْتَصِرِيْنَ
Artinya: Lalu, Kami benamkan dia (Qarun) bersama rumahnya ke dalam bumi. Maka, tidak ada baginya satu golongan pun yang akan menolongnya selain Allah dan dia tidak termasuk orang-orang yang dapat membela diri.
Di satu sisi, flexing yang terjadi pada kasus diatas tidak jauh berbeda dengan kasus Qarun. Jika Qorun dan hartanya ditenggelamkan ke perut bumi, IK dan DS beserta harta keduanya di masukkan “penjara”, alias disita. Masih lebih mending Qarun yang dihasilkan akibat dia berilmu, tapi sombong, ketimbang sok-sok-an berilmu tapi malah menipu orang dan pamer kekayaan dihadapan banyak orang.
Dalam pendangan ajaran Islam, tentunya flexing dilarang keras. Dampak yang muncul adalah timbulnya rasa iri dari kalangan bawah serta merasa hidupnya tak seindah yang “mereka” bayangkan. Kesombongan, merasa hebat dan riya (ingin dipuji orang) ini berimbas terhadap pencemaran pola pikir manusia bahwa dirinya merasa seakan tidak diberikan keadilan oleh tuhan. Bahkan banyak kasus bunuh diri akibat kebutuhannya merasa tidak terpenuhi, cuma gara-gara lihat status di media sosial orang yang lebih tinggi dari kita. Mirisnya lagi, flexing dapat memicu terjadinya kriminalitas di kalangan masyarakat.
Dalam gemerlap dunia sosial media, sering ditemukan amal-amal saleh yang dikemas dalam bentuk sedekah atau sering disebut pamer. Termasuk flexing yang dilakukan para Crazy Rich. Dalam QS. al-Baqarah [2]: 271 dijelaskan, “Jika kamu menampakkan sedekahmu, itu baik. (Akan tetapi,) jika kamu menyembunyikannya dan memberikannya kepada orang-orang fakir, itu lebih baik bagimu. Allah akan menghapus sebagian kesalahanmu. Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan”.
Salah satu ulama yang memiliki gelar hujjatul Islam, yaitu Imam al-Ghazali menyinggung dalam karyanya yang berjudul Minhaj al-‘Abidin, bahwasanya salah satu penyebab utama rusaknya suatu amal ibadah seseorang adalah adanya dua penyakit serius dalam hati seseorang, yaitu: ’ujub (bangga diri) dan riya’ (pamer kepada orang). Dua penyakit ini akan berimbas kepada murka dan azab Allah. Sehingga, menginginkan pujian orang dengan harta yang dibagikan kepada orang lain justru menjadikan amalnya tidak diterima.
Orang yang berperilaku riya’ akan menerima musibah, yaitu ia terlepas dari surga dan dimasukkan ke dalam neraka. Sedangkan orang yang memiliki sifat ’ujub—menurut penuturan Imam al-Ghazali—akan berimbas kepada terputusnya taufik dari Allah SWT dan dapat merusak amal saleh. Oleh karena itu, Islam sangat menganjurkan agar tidak memamerkan hartanya, supaya menjaga kemaslahatan bersama. Wallahu A’lam.